Zakat Zuru' (Pertanian) | Suratan Makna

Zakat Zuru' (Pertanian)

Posted by Unknown Saturday, July 2, 2011 7 Comment/s
Hadeuh,, di tenGAh aSyik-aSyikNya ngebLog, ada aJA nii tUgas mAKaLAh yanG kudu diberesin. BAnyAk lagi. Yagh, meskIpun eKspresI yanG hadir hanYAlah kelUhan,  Namun saya sendiri taK lepas dari KewajIban tuk melaksanAkaNnya. semanGat-semanGatiin Aja Lagh. janGAn kalah semangaTnya Ma NgeBlog.. 
Ya sekalian buat referreNsi Postingan juga..

A.   Dalil Disyariatkannya Zakat Zuru’
Zakat zuru’ atau zakat hasil-hasil pertanian ditetapkan berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalil yang dapat diambil dari al-Qur’an antara lain firman Allah swt. yang artinya:
Zakat Zuru' (Pertanian)
"Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan."  
(QS. al-Anam: 141)

Firman Allah swt. lainnya:
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS. al-Baqarah: 267)
            Berdasarkan dalil di atas, maka para ahli fiqih mewajibkan penunaian zakat hasil pertanian.

B.  Jenis Hasil Pertanian yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya
            Yang dimaksud dengan hasil pertanian di sini adalah tumbuhan-tumbuhan pilihan yang berupa gandum, biji-bijian, padi, biji sawi, kacang adas, kacang kedelai, dan kacang ful.[1]
        Zakat diwajibkan pada jenis biji-bijian yang menjadi makanan pokok. Lebih tepatnya, yang dimaksud biji-bijan itu adalah gandum (al-burr). Ia disebut juga dengan istilah qamh, hinthah, fum, dan samra’. Begitu juga beras menurut pendapat yang paling shahih. Diriwayatkan dari Nabi saw., beliau bersabda: “Makanlah beras, sesungguhnya Ia berkah”.
Makanan pokok  itu pada umumnya makanan yang menguatkan badan manusia. Dan hikmah diwajibkannya zakat pada jenis biji-bijian ini karena ia merupakan kebutuhan pokok, oleh karenanya Allah mewajibkan zakat padanya untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut.
Sedangkan buah-buahan dan sejenisnya dari sayur mayur yang tidak ditakar dan tidak disimpan, seperti semangka, delima dan sejenisnya tidak ada zakat padanya. Kecuali jika untuk diperdagangkan, maka ia mengeluarkan zakatnya jika telah genap satu tahun dari harganya dan telah mencapai nishab seperti barang dagangan lainnya.[2] Atau  buah-buahan itu adalah kurma dan anggur yang wajib dikeluarkan zakatnya,[3] karena keduanya dapat menggantikan fungsi makanan pokok. Keduanya merupakan jenis buah-buahan yang paling utama.
Di dalam al-Qur’an, kurma selalu didahulukan daripada anggur jika keduanya terhimpun dalam satu ayat dan tidak ada pemisah antara keduanya, kecuali dalam surat ‘Abasa ayat 28-29 yang mendahulukan anggur dari pada kurma.

Dan pada buah-buahan dan biji-bijan itu hendaknya telah menguning, atau memerah, dan biji-bijian pun bisa dilepas dari kulitnya.[4] Serta dilarang untuk mengeluarkan zakat dengan jenis-jenis yang busuk atau buruk.[5]

C.  Syarat-Syarat Penunaian Zakat Pertanian
            Menurut AA Muhammad Azam dan AW Sayyed Hawwas, syarat-syarat penunaian zakat pertanian itu adalah:
Pertama, hasil pertanian tersebut ditanam oleh manusia. Jika hasil pertanian itu tumbuh sendiri karena perantaraan air atau udara maka tidak wajib dizakati. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat pada segala sesuatu yang tumbuh dengan sendirinya di lembah-lembah padang pasir/pegunungan, atau yang terbawa oleh air dan udara dari negeri musuh dan tumbuh di tanah halal, misalnya kurma yang tumbuh di padang pasir.
            Kedua, hasil pertanian tersebut merupakan jenis makanan pokok manusia yang dapat disimpan dan jika disimpan tidak rusak. 
            Ketiga, sudah mencapai nishab. Dalam hal ini, nishab masing-masing jenis hasil pertanian dihitung sendiri-sendiri, bukan gabungan dari jenis yang satu dengan jenis yang lainnya.
            Tidak seperti emas dan perak, zakat hasil pertanian tidak mensyaratkan terpenuhinya satu tahun (haul), akan tetapi zakat diwajibkan ketika hasil pertanian dan buah-buahan sudah tampak matang dan siap panen, baik sebagiannya maupun seluruhnya.

D.  Kadar Nishab Hasil Pertanian
            Hasil pertanian tidak wajib dikeluarkan zakatnya sebelum mencapai nishab, yaitu 5 wasq, sebagaimana sabda Nabi saw.: “Tidak ada zakat pada (hasil pertanian) di bawah lima wasq.” 1 wasq adalah 60 sha’, sedangkan 1 sha’ sama dengan 2.2 kg. Jadi, 1 wasq kurang lebih sama dengan 132,6 kg. Jadi, kadar nishab hasil pertanian adalah 5 wasq x 132,6 kg = 663 kg. [6]
            Dengan demikian jelaslah bahwa harta yang kurang dari ukuran nishab tersebut tidak wajib zakat. Namun, harus diperhatikan bahwa jenis biji-bijan sebagian ada yang berat, misalnya padi (beras), ada pula yang ringan seperti gandum. Apabila kita mengambil ukuran berat sebagai ukuran standarnya, maka akan ada perbedaan pada takaran. Oleh karena itu, dalam hal ini kita harus mempertimbangkan  takaran sebagaimana yang terdapat dalam hadits.

E.  Kadar Zakat yang Wajib Dikeluarkan
            Dari Abdullah bin Umar dari Nabi saw., beliau bersabda: “(Zakat penghasilan) dalam segala hal yang diairi (hujan dari) langit dan mata air, atau rawa-rawa adalah sepersepuluh (sepuluh persen), sedangkan yang disiram (menggunakan hewan), maka (zakatnya) adalah seperduapuluh (lima persen).”
            Yang dimaksud dengan pengairan dari langit adalah air hujan, salju, dan embun. Sedangkan yang termasuk mata air adalah air sungai yang mengairi sawah tanpa menggunakan tenaga, alat, maupun biaya.
Hasil pertanian yang diairi dengan menggunakan tenaga perantara yang mengangkut air dari sungai atau sumur, maka zakatnya adalah 5%. Sementara yang diairi dengan irigasi alami atau air hujan zakatnya adalah 10%.[7] 


[1] Muhammad Amin, Tanwirul Qulub (Indonesia: al-Haromain Jaya, 2006), hal. 218.
[2] Syaikh  Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Tanya Jawab tentang Rukun Islam (Jakarta: Kerajaan      Saudi Arabia, 2003), hal. 182.
[3] Sayyid Sabiq, Fiqhus-Sunnah (Kairo: Darel–Fath, 2009), hal. 249.
[4] Abu Bakar Jabar Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim.(Jakarta: Darul Falah, 2001), hal. 405.
[5] QS. al-Baqarah: 267.
[6] AA Muhammad Azam dan AW Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah (Jakarta: Amzah, 2001), hal. 372.
[7] Ibid. hal. 373.

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA

Judul : Zakat Zuru' (Pertanian)
Ditulis Oleh : Unknown
Rating Blog : 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://suratanmakna.blogspot.com/2011/07/zakat-zuru-pertanian.html. Sekali lagi terima kasih sudah singgah membaca artikel ini. ^_^

7 Comment/s:

Unknown said...

wah, meski tugas pribadi, tapi kalo dibagi berguna loh utk yg lain, .
tetep semangat!!!

Unknown said...

yo'i,,, ThanKS kawan aTAs lecUtan SemanGatnYA..

Unknown said...

heheh betul tuh kata sobat kita Ladida

LANJUTKAN !!!

Cik tikah said...

wah, byk ilmu yg bermanfaat. tq gak sebab sudi singgah blog cik tikah :)

Riko Hendri Kurniawan said...

blog walking yah... http://www.untungtok.blogspot.com/

REDAKSI said...

Salam Hangat Jangan Lupa mampir ya di http://www.108csr.com

dhiera zainudin said...

good info~ thanx for sharing..