Suratan Makna: 02/01/2012 - 03/01/2012

Model Pembelajaran Tematik

Posted by Unknown Monday, February 27, 2012 0 Comment/s

A.    Hakikat Model Pembelajaran
Sebelum kita membahas tentang model pembelajaran, terlebih dahulu akan kita kaji apakah yang dimaksud dengan model? Secara menyeluruh model dimaknakan sebagai suatu obyek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensip.

Sedangkan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum, dan lain 

 Adapun soekamto, dkk , mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah : “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur dalam sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar”. 

Ciri-ciri model pengajaran1.    Rasional teoritik logis, dalam model ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan; guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa.

2.    Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai), model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasrkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya) dan sifat lingkungan belajarnya. 

3.    Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil. Sintaks (pola urutan) dari suatu model pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umunnya disetai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks dari suatu model pembelajaran tertentu menunjukan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru atau siswa.

4.    Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai, tiap model pembelajaran membutuhkan system pengelolaan dan lingkungan yang sedikit berbeda.
Selain ciri-ciri khusus pada suatu model pembelajaran, menurut nieveen, suatu model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi criteria yaitu: pertama, sahih (valid), jika 1). Apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasioanl teoritik yang kuat; 2). Apakah terdapat konsistensi internal. Kedua, praktis, jika 1) apa yang dikembangkan dapat diterapkan; 2) kenyataannya bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan. Ketiga, efektif, jika 1) ahli dan praktisi berdasar pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif; 2) secara oprasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Arends, menyeleksi enam model pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam mengajar, yaitu: presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah, dan diskusi kelas. Arends dan pakar lain berpendapat, bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik, apabila telah diuji cobakan untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu. Oleh karena itu dari beberapa model pembelajaran yang ada perlu kiranya diseleksi model pembelajaran yang mana yang paling baik untuk mengajarkan suatu materi tertentu.

B.    Hakikat Model Pembelajaran Tematik
1.    Istilah dan pengertian
Pembelajaran Tematik sebagai model pembelajaran termasuk salah satu tipe/jenis daripada model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.

John dewey mengungkapkan bahwa pembelajaran terpadu adalah pendekatan untuk mengembangkan pengetahuan siswa dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan pada interaksi dengan dan pengalaman kehidupannya. Menurut. raka joni bahwa pembelajaran terpadu merupakan suatu system pembelajaran yang memungkinkan siswa secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistic, bermakna, dan otentik. 

Lebih lanjut hadi subroto  menegaskan, pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan yang lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar siswa, maka pembelajaran menjadi lebih bermakna. Maka pada umumnya pembelajaran tematik/terpadu adalah pembelajaran yang menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan antara beberapa isi mata pelajaran dengan pengalaman kehidupan nyata sehari-hari siswa sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.

Keuntungan dari penerapan pembelajaran tematik : pertama, mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu. Kedua, siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama. Ketiga, pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan. Keempat, kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik. Kelima, Peserta didik lebih mampu merasakan manfaat dan makna belajar. Keenam, siswa lebih bergairah dalam belajar. Ketujuh, guru dapat menghemat waktu dalam mengajar.

Berdasarkan bebagai pengertian tersebut di atas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa pembelajaran tematik/terpadu merupakan suatu model pembelajaran yang memadukan beberapa matei pembelajaran dari berbagai standard kompetensi dasar dari satu atau beberapa mata pelajaran. Penerapan pembelajaran ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yakni penentuan berdasarkan keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar, tema, dan masalah yang dihadapi.
 
2.    Prinsip dasar pembelajaran tematik
Secara umum prinsip-prinsip pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan menjadi:
a.    Prinsip penggalian tema. Prinsip ini merupakan prinsip utama (focus) dalam pembelajaran tematik. Artinya tema-tema yang saling tumpang tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam pembelajaran.
b.    Prinsip pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran.
c.    Prinsip evaluasi. Evaluasi pada dasarnya menjadi focus dalam setiap kegiatan. Bagaimana suatu kerja dapat diketahui hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi.
d.    Prisip reaksi. Dampak pengiring (nurturant effect) yang penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam KBM (kegiatan belajar mengajar). Karena itu guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna.

3.    Arti penting pembelajaran tematik
Pembelajaran tematik, sebagai model pembelajaran memiliki arti penting dalam membangun kompetensi peserta didik, antara lain: pertama, pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pangalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Kedua, pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu. 

 Selain itu juga ada beberapa alasan yang mendasari pembelajaran tematik memiliki arti penting, antara lain: petama, Dunia anak adalah dunia nyata. Kedua, Proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu peristiwa/obyek lebih terorganisir. Ketiga, Pembelajran akan lebih bermakna. Keempat, Memberi peluang siswa untuk mengembangkan kemampuan diri. Kelima, Memperkuat kemampuan yang diperoleh. Keenam, Efisiensi waktu.
Menurut Kunandar, Pembelajaran tematik mempunyai kelebihan yakni: petama, Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik. Kedua, Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Ketiga, Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna. Keempat, Mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi. Kelima, Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama. Keenam, Memiliki sikap toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain. Ketujuh, Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik.

Selain kelebihan di atas pembelajaran tematik memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pembelajaran tematik tersebut terjadi apabila dilakukan oleh guru tunggal. Misalnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga dalam pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan mateti pokok setiap mata pelajaran. Di samping itu, jika skenario pembelajaran tidak menggunakan metode yang inovatif maka pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tidak akan tercapai karena akan menjadi sebuah narasi yang kering tanpa makna.

4.    Karakteristik pembelajaran tematik
Pembelajaran tematik memiliki beberapa ciri khas, yang telah disebutkan pada kelebihan-kelebihan pembelajaran tematik di atas. Selain itu, sebagai model pembelajaran di sekolah dasar/madrasah ibtida’iyah pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristk antara lain: berpusat siswa; memberikan pengalaman langsung; pemisahan mata pelajaran tidak begitu luas; menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran; bersifat fleksibel; hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa; dan menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan .
Selain itu pembelajaran tematik sebagai bagian dari pembelajaran terpadu juga memiliki karakter sebagaimana pembelajaran terpadu. Menurut depdikbud, pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik/ciri-ciri, yaitu: holistic, bermakna, otentik, dan aktif.

C.    Sintaks Model Pembelajaran Tematik
Sintaks pembelajaran tematik pada dasarnya mengikuti langkah-langkah (sintak) pembelajaran terpadu. Secara umum sintaks tersebut mengikuti tahap-tahap yang dilalui dalam setiap model pembeljaran yang meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Berkaitan dengan itu maka sintaks model pembelajaran tematik dapat direduksi dari berbagai model pembelajaran seperti model pembelajaran langsung (direct intructions), model pembelajran kooperatif (cooperative learning), maupun model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based instructions). 

Menurut prabowo, langkah-langkah (sintaks) pembelajran terpadu secara khusus dapat dibuat tersendiri berupa langkah-langkah baru dengan sedikit ada perbedaan yakni sebagai berkut:
1.    Tahap perencanaan
a.    Menentukan jenis mata pelajaran dan jenis keterampilan yang dipadukan. Maksudnya karakteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan awal ini.
b.    Memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator. Maksudnya langkah ini akan mengarahkan guru untuk menentukan sub keterampilan dari masing-masing keterampilan yang dapat diintegrasikan dalam satu unit pelajaran.
c.    Menentukan sub keterampilan yang dipadukan. Secara umum keterampilan-keterampilan yang dikuasai meliputi, keterampilan berpikir (thingking skills), keterampilan social, dan keterampilan mengorganisasi, yang masing-masing teridiri atas sub-sub keterampilan.
d.    Merumuskan indikator hasil belajar. Berdasarkan kompetensi dasar dan sub keterampilan yang telah dipilih dirumuskan indikator. Setiap indikator dirumuskan berdasarkan kaedah penulisan yang meliputi: audience (peserta didik), behavior (perilaku yang diharapkan), condition (media/alat) dan degree (jenjang/jumlah).
e.    Menentukan langkah-langkah pembelajaran. Langkah ini diperlukan sebagai strategi guru untuk mengintegrasikan setiap sub keterampilan yang telah dipilih pada setiap langkah pembelajaran.

2.    Tahap pelaksanaan
Prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu, meliputi: pertama, guru hendaknya tidak menjadi single actor yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran melainkan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Kedua, pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas. Ketiga, guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam proses perencanaan.
a.    Tahap evaluasi
Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. Tahap evaluasi menurut departemen pendidikan nasional, hendaknya meperhatikan prinsip evaluasi pembelajaran terpadu.
a.    Memberikan kesempatan kepada siswa melakukan evaluasi diri disamping bentuk evaluasi lainnya.
b.    Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.


DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2007. Materi Sosialisasi dan Pelatihan Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta.
Hadi subroto, Trisnodan ida siti herawati. 2003. pembelajaran terpadu, Jakarta: pusat penerbitan universitas terbuka.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta: Rajawali Press.
Trianto. 2012. Mengembangkan Model pembelajaran Tematik, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Sukamto, Tutik dkk. 1992. Prinsip Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Pembelajaran Dijen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayan RI.

 Gambar : anneahira.com

Pembelajaran Inquiry dan Discovery

Posted by Unknown 0 Comment/s

A.    PEMBELAJARAN INQUIRY
David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry (1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak: inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu (Haury, 1993).

Salah satu metode pembelajaran dalam bidang Sains, yang sampai sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah metode inquiry. Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai Sains dan akan lebih tertarik terhadap Sains jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” Sains. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung metode inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep Sains dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut (Blosser, 1990).

Metode inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap Sains (Haury, 1993). Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa metode inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa metode inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam Sains saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa.

Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inquiry sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode inquiry memiliki 5 komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement, Cooperative Interaction, Performance Evaluation, dan Variety of Resources (Garton, 2005).
a.    Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa.
b.     Student Engangement. Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator.
c.    Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan.
d.    Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan.
e.     Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya.

Tingkatan Inquiry
Ada tiga tingkatan inkuiri berdasarkan variasi bentuk keterlibatannya dan intensitas keterlibatan siswa, yaitu:
a. Inkuiri tingkat pertama
Inkuiri tingkat pertama merupakan kegiatan inkuiri di mana masalah dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku teks kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut di bawah bimbingan yang intensif dari guru. Inkuiri tipe ini, tergolong kategori inkuiri terbimbing (guided inquiry) menurut kriteria Bonnstetter, (2000); Marten-Hansen, (2002), dan Oliver-Hoyo (2004). Sedangkan Orlich (1998) menyebutnya sebagai pembelajaran penemuan (discovery learning) karena siswa dibimbing secara hati-hati untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapkan kepadanya.

b. Inkuiri Bebas
Inkuiri tingkat kedua dan ketiga menurut Callahan (1992) dan Bonnstetter (2000) dapat dikategorikan sebagai inkuiri bebas (unguided Inquiry) menurut definisi Orlich (1998). Dalam inkuiri bebas, siswa difasilitasi untuk dapat mengidentifikasi masalah dan merancang proses penyelidikan. Siswa dimotivasi untuk mengemukakan gagasannya dan merancang cara untuk menguji gagasan tersebut. Untuk itu siswa diberi motivasi untuk melatih keterampilan berpikir kritis seperti mencari informasi, menganalisis argumen dan data, membangun dan mensintesis ide-ide baru, memanfaatkan ide-ide awalnya untuk memecahkan masalah serta menggeneralisasikan data.
Guru berperan dalam mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan tentatif yang menjadikan kegiatan belajar lebih menyerupai kegiatan penelitian seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. alam kelas.

B.    PEMBELAJARAN DISCOVERY
DR. J. Richard Suchman (dalam Widdiharto: 2004) mencoba mengalihkan kegiatan belajar-mengajar dari situasi yang didominasi guru ke situasi yang melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud diskusi, seminar, dan sebagainya. Salah satu bentuknya disebut Guided Discovery Lesson (pelajaran dengan penemuan terpimpin).

Sebagai model pembelajaran dari sekian banyak model pembelajaran yang ada, penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator, guru membimbing siswa di mana ia diperlukan. Dalam model ini siswa didorong untuk berfikir sendiri, sehingga dapat menemukan´ prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan oleh guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.

Dengan metode ini, siswa dihadapkan kepada situasi di mana ia bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Pengajuan pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas siswa dan membantu mereka dalam menemukan pengetahuan baru tersebut.

Model ini membutuhkan waktu yang relatif banyak dalam pelaksanaannya, akan tetapi hasil belajar yang dicapai sebanding dengan waktu yang digunakan. Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama apabila siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan mengkonstruksi sendiri konsep atau pengetahuan tersebut.

Model ini bisa dilakukan baik secara perorangan maupun kelompok. Agar pelaksanaan penemuan terbimbing berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh guru adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, yang dinyatakan dengan pernyataan atau pertanyaan. Perumusan harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan tersebut perlu ditulis dengan jelas.
2. Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melakukan kegiatan. Alat/bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan.
3. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah kearah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.
4. Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan/percobaan untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
5. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.
6. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat oleh siswa tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting di lakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.
7. Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. Disamping itu perlu diiingat pulabahwa induksi tidak menjamin 100 % kebenaran konjektur.
8. Setelah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.
9. Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
10. Ada catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil, terutama kalau penyelidikan mengalami kegagalan atau tak berjalan sebagaimana mestinya.

KESIMPULAN
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa tujuan utama pendekatan inquiry dan discovery adalah untuk melatih kemampuan siswa dalam meneliti, menjelaskan fenomena, dan memecahkan masalah secara ilmiah. Karena pada dasarnya secara intuitif setiap individu cenderung melakukan kegiatan ilmiah (mencari tahu/memecahkan masalah). Kemampuan tersebut dapat dilatih sehingga setiap individu kelak dapat melakukan kegiatan ilmiahnya secara sadar (tidak intuitif lagi) dan dengan prosedur yang benar.


DAFTAR PUSTAKA

Hamalik. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Sinar Baru.
Prasojo, Budi, dkk. 2005. Seri Sains Teori dan Aplikasi Fisika untuk kelas 1 SMP. Bogor: PT. Ghalia Indonesia Printing.
Suparno, Paul. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Drama.
Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
http://bangkititahermawati.wordpress.com/ipa-kelas-vii/pembelajaran-inquiry-dan-discovery/

 Gambar : accessola.org

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Posted by Unknown 0 Comment/s

Model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk pertama kalinya oleh Howard Barrows pada awal tahun 70-an dalam pembelajaran ilmu pendidikan medis di southern Illionis University  Shcool (Barrows,1980). Para siswa mempelajari berbagai kasus yang terjadi pada pasien yang mengidap penyakit kemudian mencari cara atau tehnik untuk penyembuhan yang harus dilakukan. Namun pada perkembangan selanjutnya model ini meluas pada pembelajaran ilmu pengetahuan di perguruan tinggi dan akhirnya dikembangkan di sekolah-sekolah menengah.

Model pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.

Definisi pembelajaran berbasis massalah dari berbagai sumber yaitu :
1.    Pembelajran berbasih masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, siswa bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real wolrd) (Major, Claire.H dan Palmer, Betsy, 2001).
2.    Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar” bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud (Duch J.B, 1995).
3.     Pembelajaran berbasis masalah adalah strategi pembelajaran yang merangsang siswa aktif untuk memecahkan permasalahandalam situasi nyata (Evan Glazer, 2001).

Dari beberapa uraian mengenai pengertian pembelajaran berbasis masalah, dapat di simpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah (PMB) merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pengembangan kurikulum dan model pembelajaran. Barbara J. Duch (1995 dalam karim et al,. 2007) mengemukakan bahwa : in problem based lerning (PBL), students are presented with an interesting, relevant problem “up front”. So that they can experience for them selves the process oe doing science ibrahim, (dalam Nurhasanah, 2007) menyatakan bahwa model PMB merupakan pembelajaran yang menyajikan massalah, yang kemudian digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi yang berorientasi pada masalah. Masalah diberikan pada siswa, sebelum siswa pempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Dengan demikian untuk memecahkan masalah tersebut siswa akan mengetahui bahwa mereka membutuhkan pengetahuan baru yang harus dipelajari untuk memecahkan masalah yang diberikan (wood dalam Sugalayhudana, 2005).

Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, karena didini guru hanya berperan sebagai penyaji dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intektual pada peserta didik. Prinsip utama pada pendekatan masalah, penanya, mengadakan dialog, pemberi fasilitas penelitian, menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan   inkuiri dan intelektual pada peserta didik.

Pembelajaran berbasis masalah dilandasi teori konstruktivis. Pada pembelajaran ini dimulai dengan menyajikan masalah nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama antar siswa, guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberi contoh mengenai penggunaan ketrampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dibutuhkan supayatuggas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa.

Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Arends dalam Trianto, karakteristik pembelajarn berbasis masalah adalah:
1. Pengujian pertanyaan atau masalah.
Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna pada siswa.
2. Berfokus kepada keterkaitan antar disiplin.
Masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3. Penyelidikan Autentik.
Siswa dituntut untuk menganalisis dan mendefinisikan maslah, mengembangkan hipotesis, membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
4. Menghasilkan produk dan memamerkannya.
Produk itu dapat berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer.
5. Kolaborasi.

Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang berkerjasama satu dengan yang lainnya, secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.
Adapun karakteristik PBM menurut Sovie dan Hughes (dalam Santyasa 2008:3) yaitu:
1. Belajar dimulai dengan suatu masalah.
2. Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa.
3. Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu.
4. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.
5. Menggunakan kelompok kecil.
6. Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.

Sesuai dengan karakteristik tersebut, pembelajaran berbasis masalah memilki tujuan:
a. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah.
b. Belajar peranan orang dewasa yang autentik.
c. Menjadi pembelajar yang mandiri.

Setelah mengetahui uraian tentang karakteristik dan tujuan dari pembelajaran berbasis masalah maka sudah tampak sangat jelas bahwa dengan adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh siswa dan guru, kemudian siswa dapat memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang perlu diketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Fokus masalah dalam pembelajaran berbasis masalah ini adalah masalah yang dapat diselesaikan siswa dan mampu mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa.

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam setiap pendekatan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitupun dengan pembelajaran berbasis masalah, menurut Trianto, yaitu:
Kelebihannya adalah:
• Realistik dengan kehidupan siswa
• Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa
• Memupuk sifat inquiri siswa
• Retensi konsep menjadi kuat
• Memupuk kemampuan problem solving

Selain memilki kelebihan, pembelajaran berbasis masalah juga memiliki kelamahhan, yaitu:
• Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks
• Sulitnya mencari problem yang relevan
• Sering terjadi miss-konsepsi
• Memerlukan waktu yang cukup panjang

Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 fase dan perilaku. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan tindakan berpola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan pengembangan pembelajaran berbasis masalah dapat diwujudkan.

 Pada fase pertama hal-hal yang perlu dielaborasi antara lain:
1.    Tujuan utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru tetapi untuk menginvestigasi berbagai permasalahan dan menjadi pembelajaran mandiri.
2.    Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban mutlak “benar” dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak solusi yang kadang-kadang saling bertentangan.
3.    Selama fase investigasi pelajaran, peserta didik didorong untuk melontarkan pertanyaan dan mencari informasi. Guru memberikan bantuan tetapi peserta didik mestinya berusaha bekerja secara mandiri atau dengan teman-temannya.
4.     Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, peserta didik didorong untuk mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan terbuka.

Pada fase kedua, guru diharuskan untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara peserta didik dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama. Pada tahap ini pula guru diharuskan membantu peserta didik merencanakan tigas investigatif dan pelaporan.
Pada fase ketiga, guru membantu peserta didik menetukan metode investigasi. Penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah yang hendak dicari jawabnya atau dicari solusinya.
Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits. Artefak dapat berupa laporan tertulis, termasuk rekaman proses yang memperhatikan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan. Exhibits adalah pedomantrasian atas produk hasil ivestigasi atau artefak tersebut.
Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan. Terpenting dalam fase ini peserta didik mempunyai keterampilan berpikir sistimatik berdasarkan metode penelitian yang mereka gunakan.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran berbasis masalah harus ditandai dengan keterbukaan, keterlibatan aktif peserta didik, dan atmosfer kebebasan intelektual. Penting pula dalam pengelolaan pembelajaran berbasis masalah memperhatikan hal-hal seperti situasi multitugas yang akan berimplikasi pada jalannya proses investigasi, tingkat kecepatan yang berbeda dalam penyelesain masalah, pekerjaan peserta didik,dan gerakan dan perilaku di luar kelas. 

Daftar Pustaka
 
Dahlan, M.D. (1990). Model-Model Mengajar. Bandung: Diponegoro. Sugiyono, Prof. Dr. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Duch, J. Barbara. (1995). Problem: A Key Factor in PBL. [Online]. Tersedia:http://www.udel.edu/pbl/cte/spr96-phys.html. [20 oktober 2012].
Glazer, Evan. (2001). Problem Based Instruction. In M. Orey (Ed.), Emerging perspective on learning, teching, and technology [Online]. Tersedia: http//www.coe.uga.edu/epltt/ProblemBasedInstruct.htm. [17 juni 2005].
Sudjana, D. (1982). Model Pembelajaran Pemecahan Masalah. Bandung : Lembang Penelitian IKIP Bandung
Suprijono Agus, 2009, Cooperative Learning, Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 68

Gambar : kampus-info.com

Model Pembelajaran Kooperatif

Posted by Unknown 1 Comment/s

A.    Konsep dasar pembelajaran kooperatif
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada unsur penting dalam MPK, yaitu: (1). Adanya peserta dalam kelompok, (2). Adanya aturan kelompok, (3). Adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, (4). Adanya tujuan yangharus dicapai.  

Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokan siswa bisa ditetapkan berdasarkan pendekatan, di antaranya pengelompokan yang didasarkan atas minat dan bakat siswa, pengelompokan yang didasarkan atas campuran baik campuran yang ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan.
Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan dari semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai perserta didik, maupun siswa sebagai anggota kelompok.
Uapaya belajar adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuannya yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. 

Aspek tujuan dimaksudkan untuk memberikan arah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Melalui tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap kegiatan balajar. 

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembalajaran dengan menggunakan system pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai eman orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, rasa tau seku yang berbeda. Hal yang menarik dari MPK adalah adanya harapan selain memiliki dampak pembelajaran yaitu berupa peningkatan prestasi belajar peserta didik juga mempunyai dampak pengiring seperti relasi social, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah, harga diri, norma akdemik, penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi pertolongan pada yang lain.

B.    Karakteristik dan prinsip-prinsip MPK
1.    Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembalajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran tetapi juga adanya unsur kerja sama yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.
a.    Pembelajran secara tim
Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b.    Didasarkan pada manajemen kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan,dan fungsi control.
c.    Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip kerja sama perlu ditekankan dalam proses pembalajaran kooperatif.
d.    Keterampilan bekerja sama
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan memlalui aktivitas dan kegiatan yang tergambar dalam keterampilan bekerja sama, dengan demikian siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.

2.    Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif.
a.    Prinsip ketergantungan positif
Dalam pembalajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung pada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan.
b.    Tanggung jawab perseorangan
Keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai tugasnya, setiap anggota harus msmberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya.
c.    Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing.
d.    Partisipasi dan komunikasi
Pembalajaran kooperatif  melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal meraka dalam kehidupan di masyarakat kelak.

C.    Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (2009) di dalam pembelajaran kooperatif ada lima bentuk model yaitu : (1) penyajian kelas, (2) kegiatan belajar kelompok, (3) tes individual, (4) skor peningkatan individual, (5) pengakuan kelompok. 
Dalam pelaksanannya hendaknya didahulukan dengan informasi mengenai pentingnya materi yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran, review singkat tentang pengetahuan prasyarat, dan bentuk kelompok. Setiap tahap akan dijelaskan sebagai berikut:

1.    Penyajian kela
Pada tahap penyajian kelas, guru memulai pembelajaran dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Tahap ini diikuti dengan penyajian informasi sebagaimana pembelajaran yang berlangsung di kelas konvensional. Pada tahap peyajian ini guru dapat menggunakan berbagai metode atau pendekatan yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan, misalnya dengan sedikit ceramah, tanya jawab, ekspositori, demonstrasi, penghrgaan dan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan aktivitas secara klasikal.

2.    Belajar kelompok.
Ide utama tahap ini adalah siswa bekerja dan belajar bersama di dalam kelompok. Waktu yang digunakan 2 jam pelajaran. Bahan yang diperlukan adalah dua lembaran kerja dan dua lembaran jawaban untuk setiap kelompok. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota 4-5 orang dalam satu kelompok. Pemilihan anggota kelompok didasarkan pada tes yang dapat dijadikan dasar memilih seperti tes awal atau nilai rapor. Agar diskusi kelompok dapat berjalan dengan lancar maka pemilihan anggota kelompok perlu mempelihatkan kemampuan belajar setiap anggotanya.

3.    Tes Individual
Tes individual adalah tes yang digunakan untuk menguji kinerja unutk setiap siswa. Pada tahap ini siswa tidak diperkenankan untk saling memberitahu ata bekerjasama dengan siswa yang lain. Setiap siswa diharapkan berusaha untuk bertanggungjawab secara individual  untuk menjawab soal tes dan memberikan hasil yang terbaik sebagai kontribusinya kepada kelompok

4.    Memberikan Skor Peningkatan Individual
Pemberian skor peningkatan individual bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi setiap siswa agar dapat menunjukkan gambaran kinerja pencapaian tujuan dari hasil kerja maksimal setiap indiidu yang disumbangkan untuk kelompoknya.
Hasil tes setiap siswa diberikan poin kemajuan yang ditentukan berdasarkan selisih perolehan skor tes terdahulu (skor  tes dasar) dengan skor terbaru. Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk menyumbangkan skor maksimal bagi kelompoknya.

5.    Pengakuan kelompok
Pengakuan kelompok adalah pemberian predikat kepada masing-masing kelompok. Predikat ini diperoleh dengan melihat skor kemajuan kelompok. Skor kemajan kelompok diperoleh dengan mengumpulkan skor kemajuan masing-masing anggota kelompok. Berdasarkan skor kemajuan kelompok  terebut guru memberikan hadiah (reward) berupa predikat kepada kelompok yang memenuhi kriteria tertentu. Adapun predikat yang mungkin diberikan, yaitu : kelompok sangat baik (super team), kelompok baik (great team), dan kelompok cukup (good team).

D.    Model-model Pembelajaran Kooperatif
Ada beberapa variasai jenis model dalam pembalajaran kooperatif, walaupun prinsip dasar dari pembalajaran ini tidak berubah, diantaranya:
1.    Model Student Teams Achievement Division (STAD)
Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-teman. Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Jauh lebih Slavin memaparkan bahwa: “gagasan utama di belakang STAD adalah mamacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang di ajarkan guru”
Para guru pengguna metode STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui pengajian verbal maupun tertulis (Ibrahim, dkk, 2000 : 20).

Kelebihan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:
•    Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain
•    Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan
•    Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif 
•    Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain

2.    Model Jigsaw
Model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Ellito Aronson dan teman-temannya. Model jigsaw adalah sebuah model balajar kooperatif yang menitik beratkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen kecil. Selanjutnya guru membagi siswa kedalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya.
Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi enam tahapan, yaitu : 
•    Menyampaikan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi
•    Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal, buku teks, atau bentuk lain
•    Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar
•    Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok dan kerja di tempat duduk masing-masin
•    Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar
•    Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa


DAFTAR PUSTAKA
Lie, Anita (2002). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di ruang-ruang kelas. PT Grasindo: Jakarta
Rusman, (2011).  model-model pembelajaran. PT.Rajagrafindo Persada: Jakarta

Wina sanjaya, 2010, Strategi Pembelajaran. Prenada Media Group: Jakarta
Yamin, Martinis; Ansari, Bansu (2008). Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Gaung Persada Press: Jakarta
http://www.sarjanaku.com/2011/01/pembelajaran-kooperatif-tipe-jigsaw.html

Gambar : tepenr06.wordpress.com

Teori Belajar Kognitif

Posted by Unknown Tuesday, February 21, 2012 0 Comment/s
Teori Belajar Kognitif

Belajar kognitif adalah peristiwa mental, melibatkan ranah cipta, berfikir,  mempertimbangkan pilihan dan mengambil keputusan. Perwujudan perilaku belajar adalah adanya perubahan kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berfikir asosiatif, daya ingat, sikap ( kecenderungan mental ), apresiasi, dan tingkah laku afektif.  

Gejala Kognisi mencakup :
a. Perhatian : pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu obyek
b. Pengamatan : mengenal dunia riil, baik dirinya sendiri maupun dunia sekitar tempatnya berada dengan melihat, mendengar, membau, atau mengecap.
c. Tanggapan : melakukan kembali sesuatu perbuatan atau melakukan sebelumnya sesuatu perbuatan tanpa hadirnya obyek fungsi primer yang merupakan dasar dari modalitas tanggapan itu.
d. Fantasi : daya untuk membentuk tanggapan – tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan – tanggapan yang sudah ada, dan tanggapan baru tersebut tidak harus sesuai dengan benda – benda yang ada. Ada 3 cara : Mengabstraksikan, mendeterminasikan, dan mengkombinasikan 
e. Ingatan : kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan - kesan
f. Berfikir : meletakkan hubungan antara bagian – bagian pengetahuan kita

Pengembangan Ranah kognitif :
a. KEMAMPUAN, Mengidentifikasi, Menyebutkan, Menunjukkan, Memberi nama pada, Menyusun daftar, Menggarisbawahi, Menjodohkan, Memilih, Memberikan definisi, Menyatakan.
b. PEMAHAMAN, Menjelaskan, Menguraikan, Merumuskan, Merangkum, Merubah, Memberi contoh tentang, Menyadur, Meramalkan, Menyimpulkan, Memperkirakan, Menerangkan, Menggantikan, Menarik kesimpulan, Meringkas, Mengembangkan, Membuktikan.
c. PENERAPAN, Mendemonstrasikan, Menghitung, Menghubungkan, Memperhitungkan, Membuktikan, Menghasilkan, Menunjukkan, Melengkapi, Menyediakan, Menyesuaikan, Menemukan.
d. ANALISIS/mengurai, Memisahkan, Menerima, Menyisihkan, Menghubungkan, Memilih, Membandingkan, Mempertentangkan, Membagi, Membuat diagram/skema, Menunjukkan hubungan antara, Membagi.
e. SINTESA/menggabungkan, Mengkategorikan, Mengkombinasikan, Mengarang, menciptakan, mendesain, mengatur, menyusun kembali, merangkaikan, menghubungkan, menyimpulkan, merancangkan, membuat pola.
f. EVALUASI/menilai, Memperbandingkan, Menyimpulkan, Mengkritik, Mengevaluasi, Membuktikan, Memberikan argumentasi, Menafsirkan, Membahas, Menaksir, Memilih antara, Menguraikan, Membedakan, Melukiskan, Mendukung, Menyokong, menolak.

B. Berikut adalah beberapa teori belajar kognitif menurut beberapa pakar teori belajar kognitif:

1. Teori Belajar Piaget

Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir pada anak.
Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:
a. Tahap Sensori Motor(dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan.
Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.
b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.
c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)
Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh   seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.
d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)
Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.

2. Teori  Benyamin S.Bloom
Benyamin S. Blom telah mengembangkan  ‘’ taksonomi untuk domain kognitif. Taksonomi adalah metode untuk membuat urutan pemikiran dari tahap dasar ke arah yang lebih tinggi dari kegiatan mental, dengan enam tahap sebagai berikut:
a. Pengetahuan ( Knowledge) ialah kemampuan untuk mengahafal, mengingat, atau mengulangi informasi yang pernah diberikan. Contoh: sebutkan lima bagian utama kamera 35 mm.
b. Pemahaman ( Komprehension) ialah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri. Contoh: uraikan enam tahapan dalam mengisi film untuk kamera 35 mm.
c. Aplikasi (Application) ialah kemampuan untuk menggunakan informasi, teori, dan aturan pada situasi baru. Contoh: pilih ekpose 3 kamera untuk mengambil gambar yang berbeda
d. Analisi (analysis) ialah kemampuan mengurai pemikiran yang komples, dan mengenai bagian-bagian serta hubungannya. Contoh: bandingkan cara kerja dua kamera 35 mm yang memiliki model yang berbeda.
e. Sintesis (synthesis)ialah kemampuan utnuk mengumpulkan komponen yang sama guna membentuk satu pola pemikiran yang baru. Contoh: susunlah urutan fotografi untuk 6 objek.
f. Evaluasi (evaluation) ialah kemampuan membuat pemikiran berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Contoh; buatlah penilaian terhadap kualitas slide yang di hasilkan dalam lomba, dengan 4 urutan penilaian.


KESIMPULAN 


Dari pembahasan Teori Belajar kognitif dapat kami simpulkan sebagai berikut  :
a. Elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu.
b. Perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri..
c. Belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.
d.  Belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral yang bersifat jasmaniah meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa.
e. Teori belajar kognitif lebih menekankan arti penting proses internal,  mental manusia. Tingkah laku manusia yang tampak, tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, seperti : motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.


REFERENSI
 
Agus Suprijono, Cooperatif  Learning. 2009, Purtaka Pelajar. Yogyakarta.

Ahmadi, Abu dan Supriono, Widodo. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

 H. Djaali, PSIKOLOGI PENDIDIKAN, Jakarta. PT Bumi Askara. 2009.

http://fisikaumm.blogspot.com/2009/01/psikologi-pembelajaran-kognitif.html

Hur Huda, DIKTAT ILMU JIWA BELAJAR. STAIL SURABAYA.

Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Model Pembelajaran Direct Instructional

Posted by Unknown 0 Comment/s

Model Pembelajaran langsung  (Direct Intructional) adalah aktivitas yang terjadi pada saat berlangsungnya interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya (guru, siswa, sumber belajar lainnya) untuk mencapai tujuan-tujuan intruksional. Atau bisa juga  diartikan setiap kegiatan, baik prosedur, langkah, maupun metode dan tekhnik yang dipilih agar dapat memberikan kemudahan, atau bantuan lain kepada siswa dalam mencapai tujuan-tujuan intruksional, dalam bahasa yang lebih sederhana ialah siasat membelajarkan siswa menuju tercapainya tujuan intruksional. 

Sedangkan  Arends berpendapat bahwa  Model Pembelajaran Direct Instructional yaitu :”A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model” .

Model Pembelajaran Direct Intruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan Deklaratif yang terstruktur dengan baik.

Pada dasarnya tujuan dari pembelajaran Derect Intruksional adalah kemampuan-kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah mereka menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan yang dimaksud mencakup aspek pengetahuan (kognitif), sikap (Efektif), dan keterampilan (psikomotorik), pengusaan kemampuan tersebut tidak lain adalah hasil belajar yang diinginkan.

Bahkan Bruner  dalam bukunya Kelvin Seifert yang diterjemahkan oleh Yusuf Anas mengatakan  bahwa tujuan dari Model Pembelajaran Direct Intructional yaitu menjelaskan kapan dan bagaiamana para pelajar mampu mengolah informasi dengan cara paling efektif, sehingga dalam model pembelajaran ini merefleksikan penekanannya terhadap proses pembelajaran ketimbang pada hasil akhir semata, lebih merupakan sebuah pencarian jawaban ketimbang sebuah presentasi hasil akhir dari sebuah penelitian.  

Ciri-ciri Model Pengajaran Direct Intruction 

Model pengajaran direct instruction mengutamakan pendekatan deklaratif dengan titik berat pada proses belajar konsep dan keterampilan motorik. Model pengajaran direct instruction menciptakan suasana pembelajaran yang lebih terstruktur.

Ciri-ciri Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction) adalah sebagai berikut :
1.    Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar
2.    Sintaks/pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
3.    System pengelolaan dan lingkungan belajar yang diperlukan agar kegiatan tertentu dapat berlangsung dengan berhasil
4.    Transformasi dan ketrampilan secara langsung
5.     Pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu
6.    Materi pembelajaran yang telah terstuktur
7.    Lingkungan belajar yang telah terstruktur
8.    Distruktur oleh guru

Metode dan Pendekatan Model Pembelajaran Direct Intruksional
Metode pembelajaran merupakan cara-cara yang digunakan pengajar atau instruktur untuk menyajikan informasi atau pengalaman baru, menggali pengalaman peserta belajar, dan menampilkan unjuk kerja peserta belajar.

Meichen baum menjelaskan ada lima langkah untuk pendekatan pembelajaran ini yaitu: 
1.    Guru melakukan tugas sambil berbicara keras
2.    Siswa melakukan tugas dibawah instruksi guru (model)
3.    Siswa melakukan tugas sambil mengucapkan instruksi dengan keras
4.    Siswa mengucapkan instruksi dengan berbisik sambil melakukan tugas
5.    Siswa melakukan tugas sendiri dengan bimbingan dan instruksi tanpa diucapkan 

Komponen-komponen model pembelajaran Direct Instruction
Ada empat komponen pokok dalam strategi pembelajaran Direct Intructional, yaitu (1) kegiatan pendahuluan (prainstruksional), (2) kegitan instruksional atau kegiatan belajar-mengajar, (3) kegiatan penilaian, (4) kegiatan tindak lanjut. 

Model pengajaran langsung dapat diterapkan bagi setiap mata pelajaran, namun model ini paling cocok untuk mata pelajaran yang berorientasi pada kinerja, misalnya membaca, menulis, matematika, musik dan pendidikan jasmani.  

Pemilihan model pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain mempunyai perbedaan. Oleh karena itu guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran sehingga dapat tuntas seperti yang telah ditetapkan. 

Tahapan-Tahapan (Sintaks) Dalam Model Pembelajaran Direct Intructional
Pemikiran mendasar dari model pengajaran langsung adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan tingkah laku gurunya. Direct Instruction mempunyai beberapa tahapan atau fase yaitu :
Tahapan atau sintaks model pembelajaran langsung menurut Bruce dan Weil (1996), sebagai berikut: 

1.    Orientasi.
Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong siswa jika guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa: (1) kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa; (2) mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; (3) memberikan penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan; (4) menginformasikan materi/konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka pelajaran.
2.    Presentasi.
Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi dalam langkah-langkah kecil sehingga materi dapat dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek;(2) pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas; dan (4) menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.
3.    Latihan terstruktur.
 Pada fase ini guru memandu siswa untuk melakukan latihan-latihan. Peran guru yang penting dalam fase ini adalah memberikan umpan balik terhadap respon siswa dan memberikan penguatan terhadap respon siswa yang benar dan mengoreksi respon siswa yang salah.
4.    Latihan terbimbing.
Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh guru untuk mengases/menilai kemampuan siswa untuk melakukan tugasnya. Pada fase ini peran guru adalah memonitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan.
5.    Latihan mandiri.
Pada fase ini siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri, fase ini dapat dilalui siswa jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90% dalam fase bimbingan latihan.
Sedangkan Di lain pihak, Slavin (2003) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks pembelajaran langsung, yaitu sebagai berikut:

1.    Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa. Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja siswa yang diharapkan.
2.    Me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai siswa.
3.    Menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan materi, menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh, mendemontrasikan konsep dan sebagainya.
4.    Melaksanakan bimbingan. Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.
5.    Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya atau menggunakan informasi baru secara individu atau kelompok.
6.    Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru memberikan review terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.
7.    Memberikan latihan mandiri. Dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajari. 

Beberapa situasi yang memungkinkan Model Pembelajaran Direct Instructional cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran:
1.    Ketika guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang baru dan memberikan garis besar pelajaran dengan mendefinisikan konsep-konsep kunci dan menunjukkan keterkaitan di antara konsep-konsep tersebut.
2.    Ketika guru ingin mengajari siswa suatu keterampilan atau prosedur yang memiliki struktur yang jelas dan pasti.
3.    Ketika subjek pembelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan dengan pola penjelasan, pemodelan, pertanyaan, dan penerapan.
4.    Ketika guru ingin menumbuhkan ketertarikan siswa akan suatu topik.
5.    Ketika guru harus menunjukkan teknik atau prosedur-prosedur tertentu sebelum siswa melakukan suatu kegiatan praktik.
6.    Ketika para siswa menghadapi kesulitan yang sama yang dapat diatasi dengan penjelasan yang sangat terstruktur.
7.    Ketika guru ingin menunjukkan sikap dan pendekatan-pedekatan intelektual (misalnya menunjukkan bahwa suatu argumen harus didukung oleh bukti-bukti, atau bahwa suatu penjelajahan ide tidak selalu berujung pada jawaban yang logis)

Daftar Pustaka

Arends, R.I. 2001. Learning to Teach. (New York :Mc graw Hill Companies, Inc)

B. Uno, Hamzah, Model-Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif Dan Efektif, (jakarta: BUMI AKSARA, cet-VIII, 2011), hal, 50

Depdiknas. 2009. Modul KKG/MGMP

Kardi, S. dan Nur M. 2000. Pengajaran Langsung. (Surabaya : Universitas Negeri Surabaya, University Press)

Sujana, Nana dan wari suwariyah, Model-model mengajar CBSA, (Bandung: Sinar Baru, cet-1, 1991 )

Seifert , Kelvin, Manajemen Pembelajaran Dan Intruksi Pendidikan, (jogjakarta: IRCISoD, cet-II, 2007), hal 118

Gambar: essentialeducator.org

Teori Belajar Konstruktivistik

Posted by Unknown 0 Comment/s

A. Pengertian Teori Belajar Konstruktivistik
            Pembelajaran konstruktivistik adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman.  Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Yang terpenting dalam teori konstruktivitik adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Peserta didik perlu di biasakan untuk memecahkan masalah dan memenemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide.  Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan karena Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

B. Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik

            Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik dan dari aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
    1. Proses belajar konstruktivistik
Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui prosesnya asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pangetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosial, yang unik yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun di luar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan siswa dalam memperolah gagasannya, buksn semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya.

      2. Peran Siswa (Si-Belajar)
Menurut pandangan kontruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa unntuk manata lingkungan yang memberi peluang optimal bagian terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendala belajar sepenuhnya ada pada siswa.

Paradigma lonstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oeh karena itu meskipun kemamuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.

      3. Peranan Guru
     Dalam belajar kostruksi guru atau pendidik berpean membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa untuk membentuk pengetahuaanya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-sarunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemampuannya. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjatnya. 

           Peranan guru dalam interaksi pendidikan adala pengendali, yang meliputi;
1) Menumbuhkan kamandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
2) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
3) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan elajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk latihan.

Sarana belajar. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dala kegiatan belajar adalah aktiitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya.

      4. Sarana belajar
Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siwa di beri kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikiranya tentang sesuatu yang di hadapinya.  Untuk menyampaikan pengalaman yaitu menyajikan bahan kepada murid-murid yang sekiranya tidak mereka peroleh dari pengalaman langsung. Ini dapat di lakukan dengan melalui film, TV, rekaman suara, dan lain-lain. Hal ini merupakan pengganti pengalaman yang langsung. 

      5. Evaluasi
     Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.

C. Perbandingan Pembelajaran Tradisional dan Pembelajaran Konstruktivistik

      Proses pembelajaran akan efektif jika di ketahui inti kegiatan belajar yang sesungguhnya. Pada bagian ini akan di bahas ciri-ciri pembelajaran tradisional dan ciri-ciri pembelajaran konstruktifistik.

      Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yang berpijak pada teori behahioristik banyak di dominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan memberikan respon sesuai materi yang di ceramahkan. Dalam pembelajaran, guru banyak menggantungkan pada buku teks. Materi yang disampaikan sesuai dengan urutan isi buku teks.           

      Berbeda dengan bentuk pembelajaran di atas, pembelajaran konstruktifistik membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi informasi baru. Tranformasi terjadi dengan menghasilkan pengetahuan baru yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru. Pendekatan konstruktifistik lebih luas dan sukar untuk di fahami. Pandangan ini tidak melihat pada apa yang di ungkapkan kembali atau apa yang dapat di ulang oleh siswa terhadap pelajaran yang telah diajarkan dengan cara menjawab soal-soal tes (sebagai perilaku imitasi), melainkan pada apa yang dapat di hasilkan siswa, di demonstrasikan, dan di tunjukanya.
     
D. Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivistik
     Dalam suatu proses pembelajaran pasti di pengaruhi oleh situasi dan kondisi yang mendukung, begitu juga degan teori ini juga mempunyai kekurangan dan kelebihan, yaitu: 

1. Kelebihan
•    Berfikir: dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan.
•    Faham : Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengaplikasikannya dalam kehidupan.
•    Ingat : Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
•    Kemahiran sosial: Kemahiran sosial diperoleh apabila siswa berinteraksi dengan teman dan guru dalam membina pengetahuan baru.
•    Semangat : Oleh kerena mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sehat, maka mereka akan timbul semangat belajar dalam membina pengetahuan baru.

2. Kelemahan
•    Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi,
•    Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda,
•    Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa, dan yang kebih penting lagi, dan
•    meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses belajar, tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan.

Kesimpulan


        Teori Belajar Konstruktivistik adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman.

        Proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui prosesnya asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya.

        Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yang berpijak pada teori behavioristik banyak di dominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan memberikan respon sesuai materi yang di ceramahkan.Pembelajaran konstruktifistik membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi informasi baru. Tranformasi terjadi dengan menghasilkan pengetahuan baru yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru.

         Kelebihan teori konstruktivistik adalah berfikir, faham, ingat, kemahiran sosial semangat. Dan kekuranganya adalah dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.


DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih  C. Asri, 2005, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.

Nasution, 2006, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar,  PT Bumi Aksara, Jakarta.

Trianto, 2010, Model Pembelajaran Terpadu, PT Bumi Aksatah, Jakarta.

Nadia, 2009, Teori Konstruktivistik,  dalam: http://duadania.blogspot.com/2009/05/teori-konstruktivistik.html.

Suwarna, M.Pd.,dkk, 2005, Pengajaran Mikro, Pendekatan Praktis Dalam Menyiapkan Pendidik Profesional, Tiara Wacana, Yokyakarta.

Hadi Samsul, Teori Konstruktivis Dalam Pembelajaran, dalam blog.tp.ac.id/wp.../2791c527b072f8131b531417280ca114.doc.

Anggai Sajarwo, Teori Belajar Konstruktivistik, dalam http://sajarwo87.wordpress.com/2012/02/27/teori-belajar-konstruktivistik-dan-penerapannya-dalam-pembelajaran/
 

Gambar:   mtsnslawi.wordpress.com