Hari ke 21: Isya di Luar
Saturday, August 31, 2013
1
Comment/s
Setelah Hari Ke 20: Membantu Masak Bukaan. Sekarang pada Hari ke 21: Isya di Luar.
Tega
sekali mereka ramai-ramai di sana makan sahur, sedangkan saya masih tertidur di
kamar sendirian. Apa mereka mau membuat saya supaya tidak sahur dengan cara
membiarkan saya terus tertidur? Untung saja saya bangun juga, ketika dalam
tidur sayup-sayup saya mendengar ocehan mereka yang membuat ramai satu rumah. Saya
terbangun, keluar kamar lalu melihat segerombolan dari mereka yang sudah
mengisi penuh kursi ruang tengah yang melingkari meja di tengahnya. Di atas meja
itu terlihat tidak ada ruang lagi melainkan semuanya telah diisi oleh hidangan
sahur yang cukup beraneka ragam.
Sebelum
menyantap sahur, saya pergi ke kamar mandi dulu untuk cuci muka. Menuju kamar
mandi yang berada di luar rumah itu saya mesti melewati ruang tengah dulu yang
karenanya saya pun bisa melihat apa yang mereka lakukan di ruang tengah tadi.
Sekembalinya dari luar, saya langsung ke dapur mengambil bagian saya yang sudah
di piring. Namun, sebelum di dapur itu saya mesti melewati ruang tengah lagi
yang tampaknya tidak ada tempat lagi bagi saya untuk menduduki kursi bagus
berwarna merah yang sudah diisi oleh mereka. Terpaksa, saya duduk di belakang
mereka yang masih menyisakan kursi panjang yang tidak lebih bagus dari pada
kursi merah tadi.
Menyantap
sahur di kursi panjang yang tidak penuh diisi oleh orang telah membuat saya
kedinginan, ketika pintu rumah yang dekat dengan ruang tengah itu terbuka lebar
dan mempersilahkan hawa dingin dari luar untuk menyerang saya yang tengah
sendirian menghadap langsung ke pintu tersebut. Berbeda dengan posisi mereka
yang tidak menghadap langsung ke pintu dan ditambah lagi dengan panas tubuh
mereka masing-masing yang dapat menghangatkan satu sama lainnya. Sehingga,
meskipun hawa dingin itu masuk di saat posisi mereka yang tengah berdempetan,
maka dinginnya itu tidak akan terlalu terasa sebagaimana yang saya rasakan
dinginnya di belakang mereka. Disebabkan karena hal itu, makanya saya kurang
menghendaki jika harus duduk di posisi tersebut yang mengakibatkan saya menjadi
kedinginan oleh hawa pagi yang masuk. Namun, karena keterlambatan saya bangun
tadi, saya menjadi kalah cepat untuk menempati posisi duduk yang enak buat
santap sahur.
Sebelum
shubuh berkumandang saya sempatkan untuk minum dua gelas, supaya nanti saat menjalani
puasa mulut saya tidak terlalu kekeringan. Lalu, kami pun siap-siap ke Mushalla
saat adzan tengah berkumandang. Pagi itu shaf laki-laki berjumlah lebih banyak
dari pada shaf perempuan yang berjumlah lima orang saja dan itupun masih mereka
yang merupakan keluarga besar Pak Tarmin. Usai shalat, aktifitas pribadi
berjalan seperti biasa sampai tibanya pukul tujuh pagi yang merupakan saatnya
bagi kami untuk melanjutkan proyek kami yang kemarin belum selesai, yaitu
proyek pengecatan Mushalla. Berhubung sekarang catnya sudah beli lagi jadi
pengecatan pun dilanjutkan. Tapi, sekarang kerjaan kami ditambah dengan
pengecatan rumahnya Pak Tarmin yang pengerjaannya difokuskan pada bagian luar
rumahnya saja.
Sebagaimana
yang telah direncanakan, pukul tujuh kami langsung mengambil alat pengecatan
yang baru dibeli lalu pengecatan pun dimulai. Pertama kami melanjutkan separuh
dari Mushalla yang belum terselesaikan semuanya. Bagian Mushalla tersebut
adalah dinding, langit-langit dan pagar kayu yang kemarin pengerjaannya
terhenti disebabkan catnya yang telah habis. Setelah di Mushalla dirasa telah
cukup, kemudian pengecatan beralih ke rumah Pak Tarmin. Rumah tersebut kami cat
pada bagian luarnya saja, karena jika semua bagian rumahnya dicat tentunya cat
yang tersedia tidak akan mencukupi.
Memang
warna bagian luar rumah beliau ini banyak yang sudah terkontaminasi oleh
berbagai kotoran yang bermacam-macam. Sehingga, membuat warna asli tembok
rumahnya menjadi pudar tidak karuan. Dan alasan lain kenapa bagian luar rumah
beliau dicat, yaitu mengingat akhir-akhir ini adalah musimnya untuk berbenah
rumah sebagai rangka penyambutan akan suasana Ramadlan dan Hari Raya nanti.
Sebenarnya yang perlu dicat bukan hanya bagian luarnya saja, tapi bagian dalam
pun seharusnya dicat juga karena warna bagian dalam pun sudah agak pudar.
Namun, ini semua tergantung pada situasinya nanti, jika ada keputusan untuk
mengecat bagian dalamnya juga maka —insya Allah— bisa. Tapi, kalau tidak, syukurlah.
Proses
pengecatan pagi itu berjalan lancar sebagaimana yang diharapkan, namun tetap
saja kami membutuhkan waktu yang cukup lama walaupun sudah dilakukan secara
bersama-sama. Sehingga, sampai tibanya waktu menjelang dzuhur pun pengecatan
belum selesai semuanya. Terpaksa, kami mesti melanjutkannya besok hari,
sedangkan ba’da dzuhur telah kami proyeksikan waktunya untuk santai-santai tapi—
insya Allah— santainya yang bermanfaat. Seusai shalat ashar, waktunya bagi kami
untuk siap-siap menghadapi aktifitas malam hari, ada juga yang seperti biasa
mengajar TPA di Mushalla. Sedangkan yang lain juga tidak kalah sibuknya mesti
menyiapkan hidangan buka buat kami semua, meskipun sebenarnya tugas tersebut sudah
lebih ringan dengan adanya peran Ibu yang selalu memasakkan hidangan buka buat
kami.
Waktu
buka telah tiba, kami mengawalinya dengan segelas bubur kacang ijo yang dibuat
oleh Mbak Umm tadi sore, pada tiap gelas tersebut ditambah dengan agar-agar
yang dicetak mirip es krim yang katanya dibuat oleh Nur. Tampaknya rizki di
waktu buka ini seperti tidak ada habisnya, saat Pak Tarmin sedikit telat
mengantarkan es campur untuk kami yang telah buka duluan dengan bubur kacang
ijo dan dua macam agar-agar. Terpaksa, pemberian Pak Tarmin itu harus
menganggur dahulu selama beberapa jam yang mungkin nantinya ada dari kami yang
memakan suguhan beliau tersebut.
Ba’da
maghribnya barulah kami menikmati makanan berat, hidangan yang beraroma pedas
cukup menggoda kami untuk mencicipinya. Padahal kebanyakan dari kami sudah tahu
persis bagaimana resikonya jika makan makanan pedas yang dapat mengganggu
ritual shalat tarawih nanti. Namun, tampaknya resiko itu tidak terlalu
diindahkan, manakala rasa lapar telah menggelayut dari tadi. Beberapa orang
dari kami tampaknya menghiraukan resiko tersebut, termasuk saya sendiri yang
nanti bakal tugas ceramah di Mushalla luar. Saya memilih bungkam saja jika
harus makan karo sambel yang bisa
membuat saya sibuk keluar masuk kamar mandi.
Usai
makan-makan, kemudian kami bersiap-siap untuk berangkat tugas keluar guna
mengisi Mushalla-Mushalla. Sedangkan, yang tugasnya di sini tetap tinggal untuk
mengisi Mushalla sini bersama Pak Tarmin. Saya, Yasin dan Marhalim kini mengisi
di Mushalla paling jauh yang berada di ujung dusun. Walaupun jaraknya jauh kami
tetap berangkat dengan jalan kaki saja, menembus pekatnya jalanan kampung yang
masih minim penerangan. Sebenarnya bisa saja kami pergi dengan motor, tapi
karena kami bertiga maka jalan kaki saja, mengingat setiap motor yang kami
pinjam pun tidak boleh dibawa bertiga.
Sebelum
pulang kami disuruh mampir dulu ke salah satu rumah jamaah yang ada di sekitar
Mushalla, di rumah tersebut kami disuguhi kolak pisang yang sudah lama saya
tidak merasakannya. Beberapa lama setelah kami mencicipi kolak pisang tadi,
maka kami pun pamit untuk pulang ke rumah. Di jalan sebelum kami tiba di rumah,
ada Ibu warung yang memanggil kami dari pintu rumahnya untuk mampir mencicipi
es dawet buatan beliau. Rizki memang tidak pandang situasi, meskipun kami sudah
kenyang masih saja ada yang memberi. Awalnya Ibu itu mau menyajikannya di gelas
supaya kami memakannya di tempat, namun kami langsung memintanya agar dibungkus
saja karena keadaan perut kami yang sudah tidak memungkinkan. Tanpa ada raut
wajah yang kecewa atas permintaan kami tersebut, beliau langsung saja membungkuskannya
untuk kami. Dan tidak lama kemudian, kami pun pamit meninggalkannya.
Sesampainya di rumah, es dawet itu pun habis disikat oleh teman-teman.
Begitulah Hari ke 21: Isya di Luar ini, cukup melelahkan namun insyAllah bernilai ibadah. Aamiin.[]
Judul : Hari ke 21: Isya di Luar
Ditulis Oleh : Unknown
Rating Blog : 5 dari 5
Ditulis Oleh : Unknown
Rating Blog : 5 dari 5
1 Comment/s:
Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Mapyro
Harrah's Cherokee Casino & Hotel 광명 출장마사지 - Mapyro, LLC 익산 출장마사지 is a 부천 출장안마 commercial real estate company based out of New 광주광역 출장샵 Orleans, N.Y.A.. 세종특별자치 출장안마 View detailed profile