Sifat-Sifat Da'i
Saturday, May 28, 2011
0
Comment/s
BAB I
PENDAHULUAN
Kita bisa menilai betapa pentingnya sifat-sifat dai untuk kelancaran dakwah, sehingga Allah swt. memberikan penjelasan terkait dengan sifat dai dalam al-Qur’an dan al-Hadits yang berbeda-beda. Sebagai seorang da’i harus memahami bagaimana nash-nash al-Qur’an dan al-Hadits menuntun seorang da’i dengan bekal ayat yang berkenaan dengan sifat-sifat dai. Karena pemahaman sifat-sifat dai sangatlah penting, mengingat sikap mad’u terhadap sang da’i sangat berusaha untuk mengidentikkan diri mereka sebaik da’i bertingkah laku dalam kesehariannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Sifat-sifat da’i itu adalah:
1. Beriman
Sebagaimana sabda Nabi saw. Dalam haditsnya:
وحدثني أبو بكر بن إسحاق. حدثنا عفان. حدثنا وهيب. حدثنا يحيى بن سعيد، عن أبي زرعة، عن أبي هريرة؛ أن أعرابيا جاء إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال:
يا رسول الله! دلني على عمل إذا عملته دخلت الجنة. قال: "تعبد الله لا تشرك به شيئا. وتقيم الصلاة المكتوبة. وتؤدي الزكاة المفروضة. وتصوم رمضان" قال: والذي نفسي بيده! لا أزيد على هذا شيئا أبدا، ولا أنقض منه. فلما ولى، قال النبي صلى الله عليه وسلم: "من سره أن ينظر إلى رجل من أهل الجنة، فلينظر إلى هذا".
يا رسول الله! دلني على عمل إذا عملته دخلت الجنة. قال: "تعبد الله لا تشرك به شيئا. وتقيم الصلاة المكتوبة. وتؤدي الزكاة المفروضة. وتصوم رمضان" قال: والذي نفسي بيده! لا أزيد على هذا شيئا أبدا، ولا أنقض منه. فلما ولى، قال النبي صلى الله عليه وسلم: "من سره أن ينظر إلى رجل من أهل الجنة، فلينظر إلى هذا".
“Bahwa seorang badui datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata: Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu perbuatan yang apabila aku lakukan, aku akan masuk surga. Rasulullah saw. bersabda: Engkau beribadah kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan salat fardu, membayar zakat dan puasa Ramadan. Orang itu berkata: Demi Zat yang menguasai diriku, aku tidak akan menambah sedikit pun dan tidak akan menguranginya. Ketika orang itu pergi, Nabi saw. bersabda: Barang siapa yang senang melihat seorang ahli surga, maka lihatlah orang ini.”[1]
2. Zuhud
Dalil disyari’atkannya zuhud:
a. Al Hadits:
عَنِ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ .
“Dari al Mustaurid bin Saddad alfahri berkata, bersabda Rasulullah saw. : ”Tidaklah dunia dibanding dengan akherat kecuali seperti salah seorang darimu mencelupkan jarinya dilaut maka lihatlah apa yang tersisa”.[2]
b. Al Qur’an
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا {16} وَاْلأَخِرَةُ خَيْرُُوَأَبْقَى {17}
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la :16-17)
Al Hadits:
c. Perkataan Salaf:
Berkata Abu Muslim Al Khaulani,: Bukanlah kezuhudan di dunia itu dengan mengharamkan yang halal, dan membuang harta akan tetapi kezuhudan di dunia itu jika apa yang ada ditangan Allah lebih diyakini dari pada apa yang ada ditangannya, dan jika kamu terkena musibah kamu lebih berharap kepada pahalanya dan simpanan modal musibah itu.”[3]
3. Sabar
Secara Bahasa, Asal kata sabar adalah al Man’u (menahan) dan al Habsu (Mencegah) jadi sabar adalah menahan jiwa dari cemas, lisan dari mengeluh, dan organ tubuh dari menampar pipi, merobek-robek baju, dan lain sebagainya.[4] Allah ta’ala berfirman:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ … {28} Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang yang menyeru tuhannya.”(Qs. Al Kahfi : 28)
Rasulullah SAW meninggal sedangkan di dalam rumahku tidak ada yang bisa dimakan untuk mengenyangkan perut, kecuali hanya sepotong gandum. (HR. Bukhari)
Oleh karena itu hendaknya bagi setiap muslim, terkhusus pada da’I untuk bersabar terhadap ujian yang menimpanya baik dalam keadaan bahagia atau sedih, dalam keadaan mudah atau sulit.
4. Istiqomah
عَنْ أَبِي عَمْرو، وَقِيْلَ : أَبِي عَمْرَةَ سُفْيَانُ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِي فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ . قَالَ : قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ .[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
sDari Abu Amr, -ada juga yang mengatakan- Abu ‘Amrah, Suufyan bin Abdillah Ats Tsaqofi radhiallahuanhu dia berkata, saya berkata : Wahai Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, katakan kepada saya tentang Islam sebuah perkataan yang tidak saya tanyakan kepada seorangpun selainmu. Beliau bersabda: Katakanlah: saya beriman kepada Allah, kemudian berpegang teguhlah. (Riwayat Muslim).
5. Tawadlu’
وَ لاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ ,اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوْا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ إِنَّ
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan hati sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berlaku zhalim atas yang lain.” (H.R. Muslim no. 2588).
Dari hadits ini kita dapat mengambil faedah yang cukup banyak diantaranya, bahwa tawadhu’ merupakan jembatan menuju keharmonisan, saling menghargai, keadilan dan kebajikan sehingga mewujudkan kondisi lingkungan masyarakat yang lebih dinamis dan kondusif.
6. tawakal
Rosulullah saw bersabda :
لو توكلواعلى الله حق توكل لرزقكم كما يرزق الطير،يغدوا حماصاوطروح بطانا
“Seandainya engkau bertawakkal dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya Allah akan memberi rizki kepadammu rizki sebagaimana ia memberi rizki pada seekor burung,pergi diwaktu pagi dalam keadaan lapar, pulang disore hari dalam keadaan kenyang“.( HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Sungguh telah jelas bahwa tawakkal merupakan asas bagi seluruh bangunan keimanan dan ihsan, asas bagi semua amal-amal. Untuk itu setiap para dai harus memiliki sifat tawakal ini.[5]
7. Pemaaf
Rosulullah saw bersabda:
وفي رواية : ” . . « لَئِن أَشْهَدَنِي اللّه مع النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – ؛ لَيَرَيَنَّ اللّه مَا أجِدّ ، فَلَقِيَ يَوْمَ أحدٍ فَهزِمَ النَّاس ، فقَالَ اللَّهمَّ إِنَي أَعْتَذِر إِليْكَ مِمَّا صَنَعَ هَؤلاءِ – يعني المسْلِمينَ- وَأَبْرَأ إِليْكَ مِمَّا جَاءَ بِهِ المشْرِكونَ ، فَتَقَدَّمَ بِسَيْفِهِ فَلَقِيَ سَعْدَ بْنَ معَاذٍ فَقَالَ : أَيْنَ يا سَعْد ؛ إِنَي أَجِد رِيحَ الجَنَّة دونَ أحدٍ ، فَمَضَى فَمَا عرِفَ حَتَّى عَرَفَتْه أخْته بِشَامَةٍ ، أَوْ بِبَنانِهِ ، وَبِهِ بضع وثَمَانونَ مِنْ طَعْنةٍ ، وضَرْبَةٍ ، وَرَمْيَةٍ بسَهْمٍ »
Dan dalam riwayat yang lain: “Sekiranya Allah memberiku kesempatan untuk ikut serta (berperang) bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Allah akan melihatku apa yang akan kulakukan.” Lalu dia menjumpai perang Uhud, ketika itu orang-orang porak poranda. Maka paman Anas berkata, “Ya Allah, aku minta permaafan dari yang mereka lakukan -maksudnya para sahabatnya-, dan aku serahkan kepada-Mu apa yang diperbuat oleh orang-orang musyrik.” Lalu ia maju dengan sebilah pedangnya hingga ia bertemu Sa’ad bin Mu’adz, dia lalu berujar, “Dimanakah wahai Sa’d, sungguh aku mendapati bau surga di belakang Uhud.” Saat perang usai, ia terbunuh, dan tidak ada yang mengenali jasadnya selain saudara perempuannya dengan tanda atau jari-jemari yang ada pada dirinya, dan didapati (dalam jasadnya) sebanyak delapan puluh lebih tikaman tombak, sabetan pedang, dan tusukan panah[6]
Oleh karena itu, sifat Pemaaf adalah salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap para dai.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berpijak dari apa yang telah dipaparkan di atas, maka sifat-sifat da’i merupakan sesuatu hal yang penting bagi kelancaran dakwah. Modal yang sangat berpengaruh terhadap sebuah hubungan yang erat antara sang da’i dengan mad’unya. Bagaimana tidak, dengan sifat da’i pandangan masyarakat terhadapnya akan sangat diperhitungkan, disegani, dan dicontoh terkait segala aspek kehidupan yang dijalani. Selain itu, derajat mulia pun jadi harga mati bagi seorang da’i sebagai ganjarannya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka ada baiknya bagi kita yang telah mengakji makalah ini untuk menjadi kader (da’i) yang ke depannya mempu bergerak seefektif mungkin. Mengubah paradigma pikiran masyarakat melalui kelembutan akhlaq yang kita tampakkan. Dan bersama-sama menyempurnakan jiwa kita menuju satu tujuan hakiki yang berada di balik fananya sebuah materi.
DAFTAR PUSTAKA
Qudamah, Ibnu, Minhajul Qashidiin. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003.
Farid, Ahmad, Kitab Tazkiyatun-Nufus. Iskandariyah: Maktabah Ashriyah, 1426 H.
Muhammad bin Abu bakar Ayyub, Uddatus-Shabirin wa Dzakirotus-Syakirin. Beirut: Daar Kutub Ilmiyah, Tidak ada tahun.
Nasa’i, Sunan Nasa’i.
Imam Malik, al-Muwathha’.
Tafsir ‘Azizil hamid fi syarh Attauhid
Bukhari. 4048
Judul : Sifat-Sifat Da'i
Ditulis Oleh : Unknown
Rating Blog : 5 dari 5
Ditulis Oleh : Unknown
Rating Blog : 5 dari 5
0 Comment/s: