Manajemen Konflik dan Negosiasi
Thursday, November 29, 2012
1
Comment/s
A. Abstrak
Sudah
menjadi sebuah dinamika jika konflik terjadi pada suatu ruang tertentu yang di
dalamnya menuntut suatu unit untuk terlibat. Dalam organisasi yang terdiri dari
berbagai jenis orang, dimungkinkan ada suatu persaingan yang terjadi dalam bentuk
kewajaran atau tidak itu sangat sulit. Sebab yang dinamakan persaingan meskipun
dinamakan persaingan sehat pada dasarnya dapat pula mengarah dan dapat
menyebabkan terjadinya konflik. Persaingan sehat yang terjadi dalam suatu
organisasi diharapkan dapat menimbulkan efek yang mengarah pada positif. Dimana
pihak-pihak yang ada di dalamnya ditekankan agar berperilaku sportif.
Pada
dasarnya konflik yang masih lemah tidak akan berdampak negatif dan tidak akan
banyak merugikan. Hanya saja antara pihak berkonflik kurang enak untuk
berkomunikasi secara langsung. Sedangkan dalam persaingan sehat
ketegangan-ketegangan itu tidak akan terjadi.
Apabila
sistem komunikasi dan informasi tidak memenuhi sasarannya, timbullah salah
paham atau orang tidak saling mengerti. Selanjutnya hal ini akan menjadi salah
satu sebab timbulnya konflik atau pertentangan dalam sebuah organisasi.
B. Rumusan Masalah
Secara
garis besar, makalah ini membahas tentang Manajemen Konflik dan Negosiasi yang
terdiri dari beberapa sub-judul, yakni: pertama,
definisi konflik. Kedua, perkembangan
pemikiran tentang konflik. Ketiga,
penanganan konflik interpersonal. Keempat,
langkah-langkah menghadapi konflik. Kelima,
mengurangi konflik melalui restrukturisasi dan intervensi manajemen. Dan keenam, negosiasi.
C. Tujuan Penulisan
Berpijak
dari rumusan masalah di atas, maka makalah ini bertujuan agar mahasiswa mampu
memahami tentang definisi konflik, memahami perkembangan pemikiran tentang
konflik, bagaimana cara menangani konflik interpersonal, bagaimana langkah-langkah
dalam menghadapi konflik, dan bagaimana cara mengurangi konflik melalui
restrukturisasi dan intervensi manajemen. Serta mahasiswa mampu memahami
tentang negosiasi.
A. Definisi Konflik
Konflik
merupakan semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, pertentangan,
perkelahian, oposisi dan interaksi yang antagonistis bertentangan. Apabila sistem komunikasi dan informasi tidak menemui sasaran, maka dapat
menimbulkan kesalahpahaman dan saling tidak mengerti akan satu sama lainnya.
Menurut Robbins,
konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak
lain telah memengaruhi secara negatif atau akan segera memengaruhi secara
negatif pihak lain. Aroma
konflik dapat tercium mudah ketika konflik tersebut sudah berlanjut pada babak
yang ekstrim. Konflik yang masih lemah tidak akan berdampak negatif dan tidak
akan banyak merugikan. Tapi, konflik yang memuncak selain merugikan organisasi
juga dapat berkonflik tersebut.
Jadi, konflik
merupakan sebuah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut
persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Jika suatu
keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik itu tidak
ada.
B. Perkembangan Pemikiran
tentang Konflik
Suatu aliran pemikiran telah berargumen bahwa
konflik harus dihindari, konflik yang menandakan suatu salah fungsi di dalam
kelompok. Maka, kitapun dapat menyebutnya sebagai pandangan tradisional.
Satu aliran pemikiran yang lain, pandangan hubungan manusia,
mengemukakan bahwa konflik adalah hasil yang wajar dan tidak terelakkan dalam
setiap kelompok dan itu tidak perlu dianggap buruk. Dan yang paling baru,
mengemukakan bahwa konflik tidak hanya dapat menjadi kekuatan positif dalam
kelompok, tetapi juga secara eksplisit berargumentasi bahwa konflik mutlak
perlu untuk suatu kelompok agar kinerja lebih efektif. Dan bisa kita sebut
sebagai pendekatan interaksionis.
1.
Pandangan Tradisional
Pandangan ini konsisten dengan
sikap-sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan
1940-an. Konflik dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi
yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan antara orang-orang dan
kegagalan para manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para
karyawan.
Pandangan bahwa semua konflik
buruk tentu mengemukakan suatu pendekatan sederhana terhadap pandangan kepada
perilaku orang yang menciptakan konflik. Karena semua konflik harus dihindari,
kita sekadar perlu mengarahkan perhatian kita pada penyebab konflik dan
mengoreksi salah fungsi ini untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.
Meskipun telaah riset sekarang memberikan bukti yang kuat untuk mempersoalkan
bahwa pendekatan terhadap pengurangan konflik ini menghasilkan kinerja kelompok
yang tinggi, banyak dari kita masih mengevaluasi situasi konflik dengan
menggunakan standar usang ini.
2.
Pandangan Hubungan Manusia
Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa
yang wajar dalam semua kelompok dan oganisasi. Karena konflik itu tidak
terelakkan, aliran hubungan manusia membela penerimaan baik konflik. Mereka
merasionalkan eksistensinya bahwa konflik tidak dapat disingkirkan, dan bahkan
adakalanya konflik dapat bermanfaat pada kinerja kelompok. Pandangan hubungan
manusia ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-an sampai
pertengahan 1970-an.
3.
Pandangan Interaksionis
Pendekatan ini mendorong konflik atas dasar bahwa
kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis,
apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Oleh
karena itu, sumbangan utama dari pendekatan interaksionis mendorong pemimpin
kelompok untuk mempertahankan suatu tingkat minimum berkelanjutan dari konflik
yang cukup untuk membuat kelompok itu hidup, kritis diri dan kreatif.
Dengan adanya pandangan interaksionis –dan itulah
yang kita ambil dalam bab ini- menjadi jelas bahwa untuk mengatakan konflik itu
seluruhnya baik atau buruk tidaklah tepat dan naif. Apakah suatu konflik itu
baik atau buruk tergantung pada tipe konflik. Secara khusus, perlu untuk
membedakan antara konflik fungsional dan disfungsional.
Sebagaimana sifat konflik yang tidak bisa terelakkan
terjadi pada sebuah kelompok atau organisasi, perkembangan pemikirannya pun
mengemuka dengan sendirinya sesuai kejadian yang pernah dialami suatu
organisasi. Pandangan yang konservatif tentang konflik dapat tenggelam seiring
dengan kesadaran terhadap konflik yang ternyata dibutuhkan pula, dengan alasan
peningkatan efektifitas kinerja sebuah organisasi atau kelompok.
C. Penanganan Konflik
Interpersonal
Dalam buku
Perilaku Keorganisasiannya, Pandji Anoraga berpendapat bahwa konflik
interpersonal dapat ditangani dengan poin-poin sebagai berikut:
1.
Metode Klasik, yaitu
dengan cara memusyawarahkan pihak-pihak yang berselisih sehingga memuaskan
kedua belah pihak. Langkah musyawarah dilakukan dengan menurunkan derajat
perbedaan dan mempertemukan titik-titik persamaan pandangan.
2.
Metode penyelesaian
secara pemisahan, yaitu dengan menempatkan pihak-pihak yang berselisih pada
bagian yang tidak berhubungan dengan tujuan untuk menghindari situasi yang
mengambil potensi konflik. Dalam suatu perusahaan kecil, metode penyelesaian
seperti ini tidak dapat dilakukan karena keeratan antar bagian. Oleh karena itu
langkah yang diambil biasanya berupa kompromi walaupun tidak memuaskan kedua
belah pihak.
3.
Koeksistensi Damai,
yaitu dua orang yang saling menganggap yang lainnya mengganggu, diharapkan akan
tetap bekerja dengan baik tanpa merugikan hasil pekerjaan. Apabila atasan
mereka menengahi konflik tersebut dengan yang lebih penting atau dengan
menentukan peraturan dasar untuk koeksistensi dan menerapkannya dengan ketat.
4.
Pengalihan Masalah, yaitu
bermaksud bahwa tujuan merupakan hal yang lebih penting daripada sasaran sempit
dua individu yang tengah berkonflik. Dua individu yang sedang berkonflik harus
bekerjasama untuk mencapai tujuan yang besar. Sehingga, konflik antara mereka
bisa dilupakan mengingat tujuan kerja yang jauh lebih menguntungkan.
Secara
menyeluruh penanganan konflik yang dibahas adalah cara reorientasi kerja dan
tuntutan terhadap profesionalisme yang diunggulkan. Sehingga, konflik yang
terjadi dalam skala antar individu tersebut dapat terhindarkan dan diakhiri
dengan sendirinya.
D. Langkah-Langkah
Menghadapi Konflik
Menurut Stevenin
(2000), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber
masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi
kesulitan:
- Pengenalan
Kesenjangan
antara keadaan yang ada dapat diidentifikasi dahulu dan bagaimana keadaan yang
seharusnya. Satu-satunya yang menjadi masalah dalam hal ini adalah kesalahan
dalam mendeteksi (tidak memedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal
sebenarnya tidak ada).
- Diagnosis
Inilah
langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa,
mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian
pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
- Menyepakati Suatu Solusi
Kumpulkanlah
masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat
di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak
praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik.
Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan
Ingatlah
bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Jangan biarkan pertimbangan ini
terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5. Evaluasi
Penyelesaian
itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru yang bisa membuat kasus
menjadi dibekukan. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke
langkah-langkah sebelumnya dan dicoba lagi. Semoga beruntung.
Terkadang
sebuah konflik yang telah ditindak tidak menghasilkan sebuah kesimpulan yang
dikehendaki, dan secara personal tidak menghasilkan kepuasan. Namun, berangkat
dari itu konflik cukup dikatakan penting keberadaannya dalam meningkatkan
motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antarpribadi maupun antarkelompok
dalam sebuah organisasi. Sehingga, produktifitas kerja yang meningkat sesuai
dengan misi yang diinginkan organisasi tertentu dapat tercipta.
E.
Mengurangi Konflik melalui
Restrukturisasi & Intervensi Manajemen
1.
Restukturisasi
Restrukturisasi
manajemen merupakan penyusunan ulang komposisi manajemen, struktur organisasi,
pembagian kerja, sistem operasional, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
masalah manajerial dan organisasi. Dalam hal restrukturisasi
manajemen/organisasi, perbaikan kinerja dapat diperoleh melalui berbagai cara,
antara lain dengan pelaksanaan yang lebih efisien dan efektif, pembagian
wewenang yang lebih baik sehingga keputusan tidak berbelit-belit, dan
kompetensi staf yang lebih mampu menjawab permasalahan di setiap unit kerja.
Pada
dasarnya setiap korporasi dapat menerapkan salah satu jenis restrukturisasi pada satu saat, namun
bisa juga melakukan restrukturisasi
secara keseluruhan, karena aktifitas
restrukturisasi saling terkait. Pada umumnya sebelum melakukan restrukturisasi, manajemen perusahaan
perlu melakukan penilaian secara komprehensif atas semua permasalahan yang
dihadapi perusahaan, langkah tersebut umum disebut sebagai due diligence
atau penilaian uji tuntas perusahaan. Hasil penilaian ini sangat berguna untuk
melakukan langkah restrukturisasi
yang perlu dilakukan berdasar skala prioritasnya. Pelaksanaan restrukturisasi yang berhasil, harus
melibatkan dan mendapatkan komitmen dari semua pihak.
Wewenang untuk
memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik
untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak
terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah
yang menjadi pokok sengketa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengatasi
konflik:
a)
Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi
yang efektif.
b)
Cegahlah konflik yang destruktif sebelum
terjadi.
c)
Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku
terutama yang menyangkut hak karyawan.
d)
Atasan mempunyai peranan penting dalam
menyelesaikan konflik yang muncul.
e)
Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang
harmonis.
f)
Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik
antar kelompok/ unit kerja.
g)
Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua
unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada
yang merasa paling hebat.
h)
Bina dan kembangkan rasa solidaritas,
toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/eselon.
2.
Intervensi
Secara spesifik beberapa
tokoh sepakat diantaranya Myer.Calmpbell mengemukakan bahwasanya definisi dari
Intervensi adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk ikut dalam proses suatu
konflik atas alasan ada kepentingannya yang terganggu. Intervensi
diajukan oleh karena pihak ketiga merasa bahwa barang miliknya.
disengketakan/diperebutkan oleh penggugat dan tergugat. Permohonan intervensi
dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela. Apabila permohonan intervensi
dikabulkan, maka ada dua perkara yang diperiksa bersama-sama yaitu gugatan asal
dan gugatan intervensi.
F.
Negosiasi
Negosiasi atau perundingan merupakan suatu
proses tawar-menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dalam
perundingan ini diharapkan ada kesepakatan nilai antara dua kelompok tersebut.
Robs mengatakan negosiasi dapat di definisikan sebagai proses yang di dalamnya
terdapat dua pihak/lebih bertuka barang atau jasa dan berupaya menyepakati
tingkat kerjasama tersebut bagi mereka.
Robbins (1999) menawarkan 2 strategi
perundingan, yang meliputi:
1.
Tawar-menawar distributif,
artinya perundingan yang berusaha untuk membagi sejumlah tetap sumberdaya
(suatu situasi kalah menang).
2.
Tawar-menawar integratif, yaitu
perundingan yang mengusahakan satu penyelesaian atau lebih yang dapat
menciptakan pemecahan menang-menang.
Nimran (1999) menawarkan bebrapa strategi manajemen konflik, yaitu:
1.
Strategi kompetisi, disebut
strategi kalah-menang, yaitu penyelesaian masalah dengan kekuasaan.
2.
Strategi kolaborasi atau
strategi menang-menang dimana pihak yang terlibat mencari cara penyelesaian
konflik yang sama-sama menguntungkan.
3.
Strategi penghindaran, yaitu
strategi untuk menjauhi sumber konflik dengan mengalihkan persoalan sehingga
konflik itu tidak terjadi.
4.
Strategi akomodasi, adalah
strategi yang menempatkan kepentingan lawan diatas kepentingan sendiri.
Strategi ini juga disebut dengan sifat mengalah.
5.
Strategi kompromi, yaitu
strategi kalah-kalah dimana pihak-pihak yang terlibat konflik sama-sama
mengorbankan sebahagian dari sasarannya dan mendapatkan hasil yang tidak
maksimal.
Judul : Manajemen Konflik dan Negosiasi
Ditulis Oleh : Unknown
Rating Blog : 5 dari 5
Ditulis Oleh : Unknown
Rating Blog : 5 dari 5
1 Comment/s:
kayaknya lebih bagus lagi kalo ditambah contoh2 kasus yang agak banyak Mas