Hari Ke 2: Makan Bersama di Atas Bukit
Friday, January 4, 2013
2
Comment/s
Setelah hari pertama, lembaran hari kedua KKN kami buka dengan aktifitas shalat lail yang dimulai jam setengah 4 pagi, dan diimami oleh Ust. Irsyad sebagai ketua kelompok. Meskipun hawa dingin yang dibawa hembusan angin kencang pagi itu terasa menusuk tulang, shalat lail pun masih bisa berjalan dengan khusyuk. Usai shalat lail, Adzan Shubuh dikumandangkan oleh muadzin yang sebagaimana telah ditetapkan. Mahasiswa STAIL hanya bisa membentuk 2 shaf setengah dengan 5 orang yang mengisi di tiap-tiap shafnya. Memang, namanya juga Mushalla, jangan heran jika kapasitasnya hanya segitu saja. Seragam yang dikenakan waktu shalat didominasi oleh Jaket tebal khusus KKN yang menggambarkan betapa dinginnya shubuh waktu itu dan dipadukan dengan sarung serta peci menghiasi kepala.
Sebagaimana aktivitas di kampus,
usai shalat shubuh kami pun wirid 10 menit dan dillanjutkan dengan kultum
selama tujuh menit –ya, iyalah namanya juga kultum. Ya tujuh menit.– kultum
tersebut diisi oleh ust. Husairi yang menyampaikan intisari dari pada hadits
Arbain Nawawi nomor pertama yang mengupas masalah niat. Dengan kelihaian beliau
sebagai “Singa Podium”, materi yang disampaikan cukup jelas sekali dan dapat
dipahami oleh jama’ah yang menyimak. Namun, tetap tidak dapat dipungkiri juga
bahwa masih ada saja sebagian dari pada jamaah yang menyimak di alam bawah
sadarnya.
Langit terbilang masih gelap saat
mahasiswa KKN memulai kesibukannya pagi itu. Rencananya mahasiswa mau membantu
Pak Tarmin mengecor kamar mandi, namun dikarenakan pasir yang dipesan belum
juga tiba, maka kami pun beralih ke proyek pembangunan tandon yang ada di
puncak bukit. Sebelum pengerjaan “mega proyek” tersebut, mahasiswa cukup
disibukkan dengan pencarian sinyal di HP-nya. Sang ketua kelompok pergi ke
tanjakan jalan yang ada di sebelah utara guna memburu sinyal. Konon, di
tanjakan sana Telkomsel dan Indosat lah yang sinyalnya kencang dan melaju.
Namun, tetap tidak ada harapan untuk modem yang dipasangi kartu Tri.
Usai sarapan pagi dua orang
tinggal di pos, sedangkan sembilan orang lainnya berangkat mengerjakan “mega proyek" tandon masyarakat. Terkait dua orang yang tinggal di pos tersebut,
mereka sibuk dengan perbaikan speaker yang sudah lama rusak. Speaker tersebut
sangat berguna sekali untuk menunjang aktifitas Mushalla. Sekitar 2 km jarak
antara Pos ke Puncak Bukit dilalui lewat berbagai macam medan yang cukup
menantang. Turunan, tanjakan, turunan lagi, tanjakan lagi, turunan lagi,
belokan, dan tanjakan lagi barulah kita sampai di Puncak Bukit tersebut.
Setibanya di puncak, kami
ditunggu sebuah bangunan yang tersusun dari rangkaian batu bata yang baru
rampung 70%. Bentuknya menyerupai Ka’bah di Mekah, namun dasar bangunan yang
akan dijadikan tandon tersebut lebih rendah dari permukaan (bukit). Untuk masuk
ke dalam tandon, pekerja harus naik melalui tangga yang terbuat dari kayu.
Ketika kami tiba di sana sudah ada 3 orang bapak-bapak yang melakukan aktifitas
ngecor di dalam tandon yang belum jadi tersebut. Melihat hal itu, dua orang
dari kami pun berinisiatif membantu di dalam, sedangkan yang lain masih terbuai
dalam indahnnya alam asri Puncak Bukit.
Di tengah “sesi pemotretan”, kami
yang di luar disuruh teman kami yang ada di dalam untuk mengambil karungan
pasir yang ada di kaki bukit. Dari tujuh orang yang tengah santai-santai
tersebut, empat orang turun ke bawah. Sesampainya di bawah saya bersama tiga
orang teman saya menemukan sejumlah karung berisi pasir yang beratnya
diperkirakan sekitar 70 kg. Kami tidak langsung mengangkatnya ke puncak,
sebelum teman kami yang lain turun membantu mengangkat pasir tersebut. Lama
kami beristirahat di kaki bukit, menunggu tiga orang teman kami yang lain yang
masih di atas. Ditunggu-tunggu, malah tidak muncul juga. Akhirnya kami pun
mengangkat karungan pasir yang berat itu ke atas. Jujur, saya sendiri kepayahan
mengangkatnya. Hampir tidak bisa mengangkatnya sama sekali. Tapi, untungnya ada
setengah karung pasir yang nganggur
yang bisa menutupi gelagat nganggur
saya. Dengan lancarnya saya angkat pasir
tersebut ke atas bukit, sedangkan teman saya yang lain tengah dalam kepayahan
mengangkat pasir yang lebih berat.
Seorang teman saya yang kepayahan
tersebut bilang bahwa lututnya serasa mau lepas saat punggungnya ditimpuk
karung berat, yang lainnya malah lebih kepayahan lagi padahal badannya lebih
besar dari pada saya. Namun, akhirnya karung-karung tersebut bisa sampai di
puncak juga setelah kami melakukannya dengan gotong royong. Sebelum kami
mengakhiri pekerjaan di puncak bukit, sejumlah hidangan makan siang telah
menyambut kami yang sudah kepayahan dan menghapuskannya dengan kenikmatan makan
bersama.
Dalam perjalanan pulang dari
bukit kami tidak melalui jalan yang sama saat keberangkatan tadi, seorang warga
yang tadinya ikut bekerja, mengantar kami pulang melalui jalan pintas yang
lebih cepat sampainya. Sesampainya di Pos, kamar mandi menjadi serbuan
mahasiswa untuk membersihkan diri. Tidak lama kemudian adzan pun berkumandang
menandakan tibanya waktu shalat dzuhur.
Aktifitas siang itu kemudian
berlanjut ke program masing-masing, ada yang sibuk membaca, duduk di depan
laptop, muraja’ah, dan ada pula yang tidur kelelahan sampai menjelang ashar
setelah tadi kerja cukup berat di atas bukit.
Ba’da ashar, anggota pos
dikoordinasikan dibagi menjadi beberapa kelompok untuk menyebar bersilaturahmi
ke rumah-rumah warga. Saya, Fahrurrazi, Zakir, dan Marhalim berangkat ke arah
Utara menemui beberapa warga kampung saja. Selain itu, kami juga menemukan
sebuah mushalla yang menurut informasi Pak Sahid seorang warga yang kami temui
di rumahnya mengatakan bahwa mushalla yang kami temukan tersebut hampir tidak
ada sama sekali aktifitas keagamaannya. Shalat wajib saja hanya maghrib yang
ada jamaahnya, selain dari pada itu kosong dikarenakan warga sibuk di ladang.
Memang, warga di sini mayoritas
adalah petani. Banyak warga yang menanam jagung, tembakau, kelapa, sawit, dan
lain-lain. Kelapa sawit di sini merupakan tanaman baru bagi masyarakat desa
Purwodadi, sehingga masih banyak warga yang menanamnya atas dasar coba-coba.
Kecuali dusun yang kami tinggali ini sudah mematenkannya menjadi mata
pencaharian yang cukup diandalkan.
Usai bersilaturahmi, kami pun
balik ke pos dan bersiap-siap untuk shalat maghrib. Setelah shalat maghrib,
kami masih dimasakkan makan malam. Ya, ini menyalahi kesepakatan kita dengan
tuan rumah. Tapi, penyebabnya cukup beralasan, mengingat perabotan dapur yang
belum kami siapkan. Dan rencananya mahasiswa akan masak di dapur berbeda, yaitu
dapur buatan yang memanfaatkan ruang kosong di luar rumah Pak Tarmin.
Saat shalat Isya selesai,
mahasiswa melakukan rapat evaluasi yang diagendakan setiap hari. Dipimpin oleh
ketua kelompok Pos I, rapat berjalan dengan baik dan singkat saja. Begitulah Hari Kedua, 3 Juli 12: Makan Bersama di Atas Bukit. Jam menunjukan pukul sembilan
malam, sebagian ada yang pergi tidur, membaca buku, muraja’ah hafalan qur’an
dan ada juga yang sibuk di depan netbooknya. []
Judul : Hari Ke 2: Makan Bersama di Atas Bukit
Ditulis Oleh : Unknown
Rating Blog : 5 dari 5
Ditulis Oleh : Unknown
Rating Blog : 5 dari 5
2 Comment/s:
asyiiik. maju terus KKN-nya. semoga lancar dan sukses, juga sehat selalu ya Mas.
@zachflazziya, Alhamdulillah mas. KKN-ny sudah beres kok.