Hari Ke 17: Sebar al-Qur'an | Suratan Makna

Hari Ke 17: Sebar al-Qur'an

Posted by Unknown Friday, February 8, 2013 3 Comment/s

Hari Ke 17: Sebar al-Qur'an

Beberapa hari ini langit terlihat begitu mendung, pagi, siang, dan malam tidak ada hentinya menampakkan raut cakrawala yang kelabu. Pemandangan seperti ini tidak jauh lagi akan berujung pada turunnya hujan ke bumi Purwodadi secara berkala. Bagi siapapun yang mempunyai kepentingan untuk menjemur, hujan ini bisa menjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena secara bersamaan sinar matahari yang dibutuhkan untuk cepat mengeringkan pakaian tidak bisa muncul. Ditambah lagi dengan kepentingan warga sini yang hendak pergi berladang, namun jalanan dihadang oleh arsiran hujan. 

Tapi, di sisi lain hujan sangat diharapkan sekali bagi warga yang butuh dengan kuota air yang cukup guna mengisi sumur dan bak-bak mandi mereka. Belum lagi tanaman-tanaman yang membutuhkan air hujan itu sendiri, dan hewan-hewan ternak yang juga perlu air untuk minum. Oleh karena itu, betapa semuanya berjalan seimbang dan penuh dengan perhitungan yang  tepat oleh yang menciptakan.

Pagi hari berjalan seperti biasanya, Umam dan Irsyad bertugas hari ini untuk piket kebersihan sekaligus masak. Pergerakan mereka cukup baik, mereka tidak terlalu disibukkan oleh persiapan makan pagi yang bagi mereka itu cukup memerlukan waktu yang tidak seberapa saja. Justru mereka cukup cekatan membersihkan semua bagian rumah mulai dari menyapu, mengepel, merapikan kursi, dan lain-lain. Kolaborasi pekerjaan antara Irsyad dan Umam ini dianggap yang terbaik di antara kami. Perpaduan daya kreatifitas yang dipunyai oleh keduanya cukup berperan dalam menciptakan situasi yang kondusif pada rumah pos satu ini.

Sambil menunggu masakan pagi siap, seperti biasa saya menyibukkan diri dengan netbook Acer saya. Sekarang tidak ada waktu untuk berkomunikasi dengan Aibara lagi, karena tampaknya kiriman pesan saya kurang diharapkan saat kesibukan selalu meliputi hari-harinya. Di samping itu, malas juga kudu jalan kaki ke tanjakan jalan yang dua tingkat tersebut, ditambah dengan hanya sekadar untuk menarik sinyal Indosat yang nyangkut-nyangkut di pohon kelapa. Lebih baik saya memantapkan tulisan saya yang sering tertunda oleh berbagai macam kegiatan di sini yang cukup menguras tenaga.

Cukup lama kami menunggu aksi Umam dan Irsyad di dapur, berharap pekerjaan mereka di sana bisa menciptakan karya yang memuaskan untuk kami. Dan akhirnya beberapa lama kemudian mereka menjawab kondisi kami dengan sarapan pagi buatan mereka berdua. Sarapan pagi tidak menyita waktu yang terlalu lama, tapi persiapannya lah yang membuat kami menunggu-nunggu. 

Usai sarapan pagi, semua bersiap-siap untuk sibuk dengan kegiatan masing-masing yang sudah ditentukan tadi pagi setelah kultum. Kali ini saya berencana untuk membagikan al-Qur’an ke Mushalla-Mushalla dan Masjid yang ada di sekitar Dusun Sumber Blimbing ini. Menurut salah satu jama’ah Masjid yang kami temui saat membagikan al-Qur’an, di sini terdapat tiga Mushalla dan satu Masjid yang tersebar dalam jarak yang agak berjauhan.

Operasi kami yang rencananya dijalankan saat pagi hari tersebut, justru tertunda karena situasi yang kurang kondusif. Dan akhirnya kami bisa jalan saat sore hari tiba. Sebelum itu, siang harinya Yasin minta ditemani keluar untuk mencari tukang cukur. Sebelum berangkat kami cukup direpotkan dengan kendaraan yang belum ada, rencananya mau pinjam ke Bapak tapi sayang motornya sedang dipakai ke ladang. Akhirnya, kami kembali ke rumah dan ternyata motor Yohan lagi nganggur. Tanpa pikir panjang lagi, Yasin pun meminjamnya. Pukul setengah dua kami meluncur membelah jalan kampung yang cukup basah habis disirami hujan. Saat di jalan, kami belum cukup yakin di mana tempat cukur tersebut berada. Maka, kami pun bertanya, tapi sayangnya kami bertanya ke satu orang yang masih membuat kami kebingungan. Sehingga, kami pun sempat bolak-balik di jalan raya Donomulyo yang kiri kanannya masih agak kosong dari bangunan.

Tidak lama setelah bolak-balik tadi, akhirnya kami menemukan tempat cukur juga. tempat cukur tersebut terletak di dekat gapura perbatasan antara Desa Purwodadi dengan Purworejo, tidak jauh dari sana terdapat warnet. Mengenai warnet, di Donomulyo sini sangat jarang sekali. Mungkin, hanya satu-dua saja yang jaraknya jauh dari tempat KKN kami. Termasuk tempat yang tengah kami singgahi sekarang ini, tempatnya benar-benar jauh dari pos I. Saat Yasin sedang gilirannya dicukur, rencananya saya mau menyempatkan diri ke warnet tapi dicegah sama dia, dan ternyata giliran dia dicukur memang tidak menghabiskan waktu yang lama. 

Dari tempat cukur, kami bertolak kembali pulang dan singgah dulu di pos empat. Pos ini terletak di sekitar perbatasan antara Desa Purwodadi dengan Desa Purworejo, yang dari sini juga dekat jika mau pergi ke pasar Donomulyo. Sesuai namanya, pos empat ini dihuni oleh empat orang, yaitu Amin, Sugiero alias Sugiono, Miftahuddin, dan Arshavin alias Munawwir. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pos empat ini merupakan pecahan dari pada pos tiga yang dihuni oleh orang kesekretariatan. Di pos empat ini terdapat sebuah Masjid yang bernama Eyang Soponyono, Soponyono ini sama halnya dengan “siapa nyana” yang berarti siapa kira atau siapa sangka. Lebih jauh lagi kenapa bisa disebut Soponyono, karena siapa sangka bahwa di daerah terpencil seperti ini ternyata ada seorang sosok yang terpandang, maksudnya Eyang Soponyono ini. 

Terkait Eyang Soponyono, sebelum tahun 1912 beliau adalah seorang pangeran dari kesultanan Yogyakarta yang mengasingkan diri ke Malang Selatan. Hal tersebut beliau lakukan guna menghindari pendudukan Belanda yang sarat dengan kekejaman terhadap daerah asal beliau waktu itu. Kini di lokasi itu berdiri Masjid dan tidak jauh dari Masjid tersebut terdapat bangunan berupa makam keluarga beliau yang berjumlah lima kuburan. Menurut penuturan salah seorang teman di sana, tempat tersebut sering ramai sekali dikunjungi oleh orang-orang dari berbagai daerah. Bahkan, orang-orang besar pun tidak luput dari daya tarik makam Eyang Soponyono ini. Termasuk, keluarga kesultanan Jogja yang juga pernah datang ke tempat tersebut. Apalagi, musim-musim sekarang yang sedang berdekatan dengan bulan Ramadlan, sudah pasti ramai dikunjungi.

Ba’da ashar, kami pun pulang dari pos empat menuju pos tiga. Di pos tiga, Yasin mempunyai kepentingan dengan ketua KKN untuk menarik kembali uang iuran KKN yang pernah ia bayar sebelumnya. Setelah percakapan yang cukup alot, akhirnya Yasin memenangkan haknya mendapatkan duit dari ketua KKN itu sejumlah empat ratus ribu. Setelah mendapatkan uangnya, lalu kami pergi meninggalkan pos tersebut dan pulang kembali menuju pos kami sendiri. 

Maghrib di tempat kami sekarang mendadak jadi ramai sekali, banyak bapak-bapak yang berkumpul di depan rumah Pak Tarmin guna melangsungkan acara syukuran penyambutan bulan suci Ramadlan. Dalam acara tersebut, sebagaimana pengajian warga lainnya banyak menyuguhkan makanan yang mustahil bagi kami untuk menghabiskannya dalam satu duduk. Sehingga, pada akhirnya makanan tersebut yang awalnya dimakan di tempat, malah dibawa pulang juga ke rumah masing-masing. Baru kali ini saya tahu ada acara syukuran, demi menyambut bulan suci Ramadlan dengan suguhan yang banyak sekali. Namun, bagaimana persiapan kita yang akan mengarungi lautan Ramadlan secara total dengan setiap amalan didalamnya yang dapat diterima oleh Allah SWT?

Usai acara tersebut, isya di Mushalla pun menjadi penuh dan berbeda dengan seperti biasa yang jamaah laki-lakinya hanya kami-kami saja. Hal ini dikarenakan setelah isya nanti di Mushalla tersebut akan dilaksanakan shalat tarawih berjamaah. Entah siapa yang memutuskan jika hari ini dimulai tarawih, apakah mungkin mereka ini bareng dengan Muhammadiyah, mau puasa besok? Karena pertanyaan tersebut hanya sebatas dalam hati, maka biarlah mereka tarawih ba’da isya. Sedangkan, saya memilih diam dan menunggu keputusan pemerintah yang waktu ini belum sah. Sebenarnya saya tidak diam juga, sebelum isya waktu itu saya berupaya melalui ketua pos kami agar mengkonfirmasi dulu, apa ikut Muhammadiyah atau Pemerintah? Kalau puasa besok, berarti ikut Muhammadiyah. Sedangkan pemerintah kemungkinan puasa di hari lusanya. Tapi, seolah-olah saja dia tahu segalanya tentang perkara ini dan menjawab bahwa kita ikut pemerintah dan pemerintah akan puasa besok. Saya bantah lagi, bahwa yang puasa besok itu Muhammadiyah, pemerintah belum ada keputusan karena sekarang masih sidang. Dia pun malah berpaling dan meninggalkan saya pergi. 

Baiklah, akhirnya hanya saya bersama Yasin yang tidak ikut tarawih pada Hari Ke 17: Sebar al-Qur'an ini, karena kami akan mengikuti pemerintah yang keputusannya belum bulat. Setelah tarawih selesai, kemudian saya pergi menuju rumah tetangga guna menonton siaran langsung sidang isbat yang menetapkan bahwa Ramadlan jatuh pada besok lusanya, Sabtu, 21 Juli 2012, bukan jum’at. Akhirnya, yang tarawih tadi mengurungkan niatnya untuk puasa hari jum’at, dan beralih pada hari sabtu. []
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA

Judul : Hari Ke 17: Sebar al-Qur'an
Ditulis Oleh : Unknown
Rating Blog : 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://suratanmakna.blogspot.com/2013/02/hari-ke-17-sebar-al-quran.html. Sekali lagi terima kasih sudah singgah membaca artikel ini. ^_^

3 Comment/s:

Ferry Nurse said...

Semoga mendapatkan kebaikan dan barokah dalam kegiatannya sahabat aamiin..aamiin

Unknown said...

@Ferry Nurse aamiin. alhamdulillah.
terima kasih, sobat.

zachflazz said...

ini repost-kah Mas?
asik aja. yang pasti sejuk sekali baca artikel disini. suasana ukhrawinya kental sekali