Hari Ke 15: Petik Pucuk Tembakau
Wednesday, February 6, 2013
11
Comment/s
Ilustrasi |
Terkait hari ini kami terbilang cukup bebas beraktifitas, tapi bagaimanapun juga semestinya kami tidak tinggal diam saja meski dalam keadaan seperti ini. Seperti biasa kami bisa jalan-jalan di sekitar area pedusunan, singgah-singgah di rumah warga atau ke ladangnya juga. Aktifitas tersebut kami lakukan setelah sarapan pagi selesai semua, memastikan dahulu siapa yang keluar rumah dan siapa yang tinggal di rumah yang mesti piket kebersihan dan masak.
Bagi teman-teman yang tugas masak pagi, mereka mesti pagi-pagi menanak nasi agar sarapan bisa dilaksanakan sesegera mungkin. Makanya, kalau bisa nasi sudah dimasak sebelum shalat shubuh, karena kegiatan shalat shubuh di Mushalla berlanjut ke wirid pagi dan kultum, belum lagi rapat koordinasi yang semuanya itu membutuhkan waktu sampai jam lima lebih dua puluh menit. Jika pada jam tersebut nasi masih baru dimasak, maka tunggu saja 90 menit ke depan nasi tersebut baru bisa diangkat. Sedangkan lauknya tidaklah memakan waktu yang terlalu lama, karena dari sembilah puluh menit yang ada cukup tujuh puluh persen dari waktu tersebut lauk pun sudah bisa disiapkan.
Tapi, ada juga yang bagiannya piket masak ini lebih memilih untuk masak nasi goreng buat sarapan paginya, dengan alasan nasi semalam masih ada sisanya. Pemilihan nasi goreng sebagai menu sarapan pagi ini hanya memerlukan waktu kurang lebih tiga puluh menit saja, tidak seperti menyajikan menu biasanya yang menyita waktu cukup lama. Namun, yang pasti penyajian menu nasi goreng di pagi hari jangan sampai setiap hari. Karena, mungkin dapat menyebabkan berbagai resiko yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, kami sudah mengusahakan untuk tidak mengkonsumsinya terlalu sering.
Hari ini yang bertugas piket masak adalah bagiannya Marhalim, Pa Che, dan Husairi. Kebetulan tadi pagi mereka menyajikan menu nasi goreng yang tidak terlalu memakan waktu terlalu lama, hanya cukup memasak satu macam lauk saja sebagai tambahannya masakan pun jadi. Pukul tujuh pagi sarapan sudah selesai, saatnya bersiap-siap memenuhi ajakan Ibu tetangga untuk pergi ke ladang tembakau yang luasnya sejauh mata memandang. Sebelumnya kami sudah pernah diajak ke ladang miliknya yang lain, dan baru kali ini kami terjun langsung ke ladang tembakaunya yang beberapa minggu lagi akan dipanen.
Selama di ladang tembakau, kami membantu beliau untuk mencabuti pucuk terakhir yang tumbuh di setiap tanamannya. Menurut Ibu, Hal ini dianjurkan supaya tembakau tersebut cepat dipanen. Dari sekian banyaknya tembakau yang tumbuh, banyak sekali pucuk yang belum kena cabut. Sehingga kerja kami pagi itu harus lebih keras lagi, mencabuti pucuk sebanyak mungkin sampai tidak ada yang terlewatkan oleh kami. Di tengah pekerjaan, Ibu berinisiatif menawari kami degan miliknya, lalu disuruhnya Rauf agar memanjat pohon yang ada di sekitar ladang tembakaunya. Sayang, dari beberapa kelapa yang dipetik semuanya hanya kelapa cengkir saja yang didapat.
Selain memotongi pucuk tembakau, kami juga membantu untuk memunguti daun-daun yang mati kekeringan. Kerja ini juga tidak kalah lamanya seperti memotongi pucuk tembakau tadi, sampai saya sendiri yang sedang memakai kaos hitam sangat terasa panasnya sinar matahari pagi yang menjelang siang tersebut. Setelah beberapa lama kemudian, akhirnya kami pun pulang ke rumah. Ada waktu sejam setengah sebelum dzuhur datang, maka kami pun singgah dulu di rumah Ibu sambil menikmati fasilitas di dalamnya. Lumayan, bisa nonton TV. Lagian, sudah lama dan jarang-jarang juga saya nonton TV. Bola yang menjadi program siaran favorit saya saja hampir nggak pernah ditonton lagi, apalagi yang lain. Mumpung sekarang lagi ada kesempatan, jadi dimanfaatin saja. Tapi, bagaimanapun juga sebelum dzuhur kami mesti balik ke rumah untuk persiapan shalat dzuhur.
Ba’da dzuhur, makanan pun telah siap untuk disantap. Kali ini, Husairi yang tadi ditinggal sendiri oleh rekan piketnya dibantu oleh Nur dan Ibunya masak di dapur. Otomatis masakan yang kami santap rasanya enak sekali, dan racikan bumbu yang dituangkan benar-benar terasa. Beda dengan bumbu yang biasa dibuat yang terkesan kurang jelas rasanya.
Sehabis makan, siang itu saya habiskan dengan menulis. Namun, seperti biasa sejam sebelum ashar tiba saya sempatkan untuk tidur siang membalas aktifitas di ladang tadi pagi yang cukup melelahkan. Namun, saat ashar tiba saya tidak langsung bangun begitu saja, mesti ada yang membangunkan. Memang, sedikit susah jika saya tidak dibangunkan oleh orang lain. Saat keluar menuju kamar mandi saya sedikit malu jika terlihat oleh orang luar, karena raut muka yang baru bangun tidur dan mata yang masih bengkak-bengkak tampak jelas jika tersorot oleh cahaya luar rumah. Maka, saya pun berjalan dengan terburu-buru berharap tidak ada orang yang melihat saya. Sesampainya di belakang rumah, kondisi sudah aman.
Ba’da ashar tampak banyak sekali anak-anak yang hendak mengaji, namun tenaga pengajar yang biasa menangani anak-anak tersebut kini sedang banyak urusan di luar. Mau tidak mau saya mesti menemani teman saya yang sendirian ngajar itu, sebenarnya dia tidak sendirian juga karena ada Nur yang biasa mengajar di Mushalla itu. Tapi, yang benar saja mereka mengajar berduaan seperti itu, nggak genah. Maka dari itu, saya bantu mereka juga untuk mengurusi anak-anak mengaji di Mushalla.
Sebagaimana biasa, jam lima lewat anak-anak baru bisa bubar. Kebanyakan dari mereka pada pulang ke rumahnya, tapi sebagian ada juga yang masih tinggal di Mushalla. Karena, mereka yang tinggal ini akan les belajar pada usai maghrib nanti. Tidak diduga, usai maghrib kami diajak Pak Tarmin ke acara syukuran yang diadakan oleh tetangga sebelah. Sedangkan, yang mengurus anak-anak les kembali diambil alih oleh teman saya yang biasa mengajari mereka. Katanya, syukuran itu diadakan dalam rangka mensyukuri sepeda motor yang baru dibeli oleh yang punya hajat. Acara tersebut singkat saja, sehingga sebelum isya tiba acara sudah selesai. Dari acara tersebut banyak sekali makanan yang disuguhkan, sampai-sampai kami merasa tidak sanggup jika harus menghabiskan makanan tersebut di tempat. Jadi, kami membungkusnya saja lalu dibagikan di rumah, karena kebetulan rumah lagi ramai oleh anak-anak yang les tadi.
Menjelang isya di Hari Ke 15: Petik Pucuk Tembakau ini tiba, tidak disangka Abang semester datang bertamu ke Pos kami. Bang Beni, mahasiswa semester akhir bersama temannya yang belum saya kenali itu menyempatkan diri singgah ke tempat kami. Kebetulan, bang Beni ini adalah orang asli Malang Selatan juga yang lagi libur dari kuliahnya. Tapi, Ramadlan nanti beliau akan kembali ke Surabaya guna menjalankan tugas Ramadlan yang diterimanya dari STAIL. Ba’da isya beliau pamit, karena khawatir beliau akan kemalaman di jalan. []
Gambar: http://www.antarafoto.com/bisnis/v1343184001/buruh-petik-tembakau
Judul : Hari Ke 15: Petik Pucuk Tembakau
Ditulis Oleh : Unknown
Rating Blog : 5 dari 5
Ditulis Oleh : Unknown
Rating Blog : 5 dari 5
11 Comment/s:
pucuk tembakau juga banyak terdapat di lampung
gak terpikir ya jika rokok diharamkan kasihan petani tembakau
bicara soal tembakau. saya jadi ingat kampung saya..hehe
soalnya kota saya terkenal dengan tembakaunya. dan kota sayapun berlambang daun tembakau.
terima kasih infonya kawan.
@bloglazir yang lebih kasihan negeri ini sob. kita dirugikan oleh orang asing itu. memang mereka memberi pekerjaan. tapi, sebenarnya kita yang dikerjai.
@Ary Anshorie ok, thanks sob
@Kstiawan waduh, komennya kayak yang sekaligus ngasih teka-teki juga nih. emang kota apa tuh sob?
wah menarik nih, cuma keburu waktu maghrib disini. ntar Insya Allah saya berkunjung lagi.
hehehe Go Pucuk .. :D
@zachflazz ok, silahkan sobat.
@Nazar Dark gak bakalan dapet, pucuknya dicabutin semua kok
maaf sob baru sempat berkunjung.
salam silahturrahmi,salam blogger.
artikel yg cukup menarik sob,semoga sukses terus dalam berkarya.
Oklahoma Picks and Parlays 2021 | casinofib.com 카지노 카지노 happyluke happyluke matchpoint matchpoint 5727Best Soccer Prediction Sites Today